Tugas Manajemen Kuangan Publik
By. Anwar Sadat
1.
Konsep
Good Government Govenance untuk Organisasi Sektor Publik.
Istilah “Governance” menunjukkan suatu
proses di mana rakyat bisa mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber
sosial dan politiknya tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga
untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyat.
Berdasarkan batasan definitif di atas,
dapat disimpulkan bahwa pengertian governance adalah suatu proses interaksi
yang setara, selaras, dan seimbang antara domain di dalam melaksanakan
pembangunan ekonomi, politik, dan administrasi. Konsekuensi interaksi antar
domain ini menyebabkan bergesernya pola pelayanan sektor publik ke sektor
swasta yang sering disebut privatisasi atau swastanisasi. Konsep good governance sejak tahun 1991 dipromosikan
oleh beberapa agensi multilateral dan bilateral seperti JICA, OECD, GTZ (Keban
; 2000, 52). Mereka memberikan tekanan pada beberapa indikator, antara lain :
(1) demokrasi, desentralisasi dan peningkatan kemampuan pemerintah; (2) hormat
terhadap hak asasi manusia dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku; (3)
partisipasi rakyat; (4) efisiensi, akuntabilitas, transparansi dalam pemerintah
dan administrasi publik; (5) pengurangan anggaran militer; dan (6) tata ekonomi
yang berorientasi pasar. OECD dan World Bank (LAN; 2000, 6) mensinonimkan good governance dengan penyelenggaraan
manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan demokrasi
dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka,
dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan
disiplin anggaran serta penciptaan legal
and political frameworks bagi
tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.
Sedangkan UNDP dalam workshop yang diselenggarakannya (Widodo; 2001, 24) menyimpulkan “that good governance system are participatory, implying that all members of governance institutions have a voice in influencing decision making”. Namun dalam perkembangan berikutnya lembaga ini (LAN; 2000, 7) memberikan definisi good governance sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor swasta dan masyarakat (society).
Sedangkan UNDP dalam workshop yang diselenggarakannya (Widodo; 2001, 24) menyimpulkan “that good governance system are participatory, implying that all members of governance institutions have a voice in influencing decision making”. Namun dalam perkembangan berikutnya lembaga ini (LAN; 2000, 7) memberikan definisi good governance sebagai hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara negara, sektor swasta dan masyarakat (society).
Lembaga Administrasi Negara (2000, 6)
medefinisikan good governance sebagai penyelenggaraan
pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan
efektif dengan menjaga “kesinergisan” interaksi yang konstruktif di
antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat (society).
Pada tataran ini, good
governance berorientasi pada 2 (dua) hal
pokok, yakni : Pertama, orientasi ideal negara yang
diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Pada tataran ini, good governance mengacu pada demokratisasi
dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituennya, seperti
legitimacy, accountability, scuring of human right, autonomy and devolution of
power dan assurance of civilian control; Kedua,
pemerintahan yang berfungsi secara ideal yaitu secara efektif dan efisien dalam
melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Dalam konteks ini, good governance tergantung pada sejauh mana
struktur serta mekanisme politik dan administratif berfungsi secara efektif dan
efisien.
Dari beberapa pengertian good governance di atas, maka dapat
diidentifikasi indikator-indikator yang terkandung didalamnya, yang merupakan
prinsip dasar menurut UNDP (LAN; 2000, 7) sebagai berikut :
·
Participation
; Setiap
warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung
maupun secara intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya.
Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar keabsahan berasosiasi dan berbicara
serta berpartisipasi secara konstruktif.
·
Rule
of law ;
Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum
untuk hak azasi manusia.
·
Transparancy ; Transparansi dibangun atas dasar
keabsahan arus informasi. Proses-proses, lembaga dan informasi yang secara
langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.
·
Responsive ; Lembaga-lembaga dan proses-proses
harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders.
·
Consensus
Orientation ; Good
governance menjadi perantara kepentingan
yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas,
baik dalam kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.
·
Equity ; Semua warga negara, baik laki-laki
maupun perempuan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga
kesejahteraan mereka.
·
Effectiveness
and effeciency ; Proses-proses dan lembaga-lembaga
menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan
sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.
·
Accountability ; Para pembuat keputusan dalam
pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil
society) bertanggung jawab kepada publik
dan lembaga-lembaga stakeholders.
Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat,
apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.
·
Strategic
vision ; Para pemimpin dan publik harus
mempunyai perspektif good
governance dan pengembangan yang luas dan
jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.
Hal yang senada juga dikemukakan oleh
Santosa (2008:131), bahwa syarat bagi terciptanya good governance , yang merupakan prinsip
dasar, meliputi Partisipatoris, Rule
of law (penegakan hukum),
Transparansi,Responsiveness (daya
tanggap), Konsensus, Persamaan hak, Efektivitas dan Efisiensi, dan
Akuntabilitas.
Partisipatoris; setiap pembuatan peraturan atau
kebijakan selalu melibatkan unsur masyarakat (melalui
wakil-wakilnya). Rule of
law; harus ada perangkat hukum
yang menindak para pelanggar, menjamin perlindungan HAM, tidak memihak, berlaku
pada semua warga. Transparansi;
adanya ruang kebebasan untuk memperoleh informasi publik bagi warga yang
membutuhkan (diatur oleh undang-undang). Ada ketegasan antara rahasia negara
dengan informasi yang terbuka untuk publik. Responsiveness; lembaga
publik harus mampu merespon kebutuhan masyarakat, terutama yang berkaitan
dengan “basic needs” (kebutuhan dasar) dan HAM. Konsensus;
jika ada perbedaan kepentingan yang mendasar di dalam masyarakat, penyelesaian
harus mengutamakan cara dialog/musyawarah menjadi konsensus. Persamaan hak;
pemerintah harus menjamin bahwa semua pihak, tanpa terkecuali, dilibatkan di
dalam proses politik, tanpa ada satu pihak pun yang dikesampingkan. Efektivitas dan efisiensi;
pemerintah harus efektif (absah) dan efisien dalam memproduksi output berupa aturan, kebijakan,
pengelolaan keuangan negara, dan lain-lain. Akutabilitas; suatu
perwujudan kewajiban dari suatu instansi pemerintahan untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misinya.
Implementasi akuntabilitas dilakukan melalui pendekatan strategis, yang akan
mengakomodasi perubahan-perubahan cepat yang ternjadi pada organisasi dan
secepatnya menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, sebagai antisipasi
terhadap tuntutan pihak-pihak yang berkepentingan.
Kondisi semacam ini perlu adanya
akuntabilitas dan tersedianya akses yang sama pada informasi bagi masyarakat luas.
Hal ini merupakan fondasi legitimasi dalam sistem demokrasi, mengingat prosedur
dan metode pembuatan keputusan harus transparan agar supaya memungkinkan
terjadinya partisipasi efektif. Kondisi semacam ini mensyaratkan bagi siapa
saja yang terlibat dalam pembuatan keputusan, baik itu pemerintah, sektor
swasta maupun masyarakat, harus bertanggung jawab kepada publik serta kepada
institusi stakeholders. Disamping
itu, institusi governance harus efisien dan efektif
dalam melaksanakan fungsi-fungsinya, responsif terhadap kebutuhan masyarakat,
memberikan fasilitas dan peluang ketimbang melakukan kontrol serta melaksanakan
peraturan perundang-undanganan yang berlaku.
Implementasi dari semua indikator good
governance tersebut, sangat dibutuhkan sebagai syarat bagi terciptanya
pemerintahan yang baik (good governance) serta pemerintahan yang bersih
(clean government). Dalam mengimplementasikan indikator di atas, maka
salah satu yang dibutuhkan agar dapat mewujudkan kepemerintahan yang baik
adalah kreativitas pemimpin dalam melaksanakan fungsi atau peranannya, melalui
pola kepemimpinan yang demokratis yang senantiasa menciptakan sinergi antar
berbagai elemen pembangunan secara optimal.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan
bahwa wujud good governance adalah penyelenggaraan
pemerintahan negara yang solid yang bertanggung jawab, serta efisien dan
efektif dengan menjaga kesinergisan, interaksi yang positif diantara
domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat atau civil society organization. Dalam
pengelolaan organisasi sektor publik baik pure public, kuasi publik, maupun
kuasi privat, good governance ditunjukkan antara lain dengan adanya
pengelolaan sumber daya secara transparan, akuntabel, dan bertanggungjawab. Hal
teresbut terkait dengan pembebanan (tarif pelayanan, pajak, atau retribusi)
maupun dalam penggunaan dana (penganggaran, pencairan, dan pertanggungjawaban
keuangan) begitu pula dalam pengawasan oleh komisaris atau parlemen dan lembaga
auditor baik auditor independen maupun auditor pemerintah.
2. Implementasi Pengukuran Kinerja Organisasi
Sektor Publik Mengungganakan Pendekatan Value for Money dan Blanced Scorecard.
Value for money merupakan inti pengukuran kinerja pada
organisasi pemerintah dan
sektor publik. Kinerja pemerintah tidak dapat dinilai dari
sisi output yang dihasilkan
semata, akan tetapi secara terintegrasi harus
mempertimbangkan input, output, dan
outcome secara bersama-sama.
Permasalahan yang sering muncul adalah sulitnya mengukur output
karena output yang dihasilkan pemerintah tidak selalu berupa output yang
berwujud (tangible output), tetapi kebanyakan juga bersifat output tidak
berwujud (intangible output). Ukuran kinerja pada dasarnya berbeda dengan
indikator kinerja. Perbedaan antara ukuran kinerja dengan indikator kinerja
adalah:
- Ä Ukuran kinerja, Umumnya mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, misalnya: laporan keuangan pemerintah.
- Ä Indikator kinerja, Mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung, yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja.
- Ä Mekanisme penentuan indikator kinerja membutuhkan:
·
Sistem
perencanaan dan pengendalian. Meliputi proses, prosedur, dan struktur yang
memberi jaminan bahwa tujuan organisasi telah dijelaskan dan dikomunikasikan
keseluruh bagian organisasi dengan menggunakan rantai komando.
·
Spesifikasi
teknis dan standarisasi. Spesifikasi ini digunakan sebagai ukuran kinerja
kegiatan, program dan organisasi.
·
.Kompetensi
teknis dan profesionalisme. Personil yang memiliki kompetensi dan professional
merupakan jaminan dukungan dalam pekerjaan.
·
Mekanisme
ekonomi dan mekanisme pasar. Mekanisme ekonomi terkait dengan pemberian reward
dan punishment yang bersifat finansial.
·
Sedangkan
mekanisme pasar terkait dengan penggunaan sumber daya. Mekanisme ini digunakan
untuk memperbaiki kinerja personil dan organisasi.
Pengukuran
kinerja adalah
proses mencatat, mengukur
pencapaian pelaksanaan kegiatan dan anggaran dalam arah pencapaian misi
melalui hasil- hasil yang ditampilkan
berupa produk, jasa, ataupun suatu
proses pelayanan publik.
Dalam
mengukur kinerja, diperlukan indikator
kinerja. Indikator kinerja pemerintah daerah
memiliki karakteristik yang
relatif lebih rumit
jika dibandingkan dengan indikator kinerja organisasi privat karena
indikator kinerja pada pemerintah daerah
indikator kinerja non
finansial secara lebih dominan
dibandingkan indikator finansial. Pengukuran kinerja
merupakan instrumen di
dalam manajemen pencapaian kinerja. Pengukuran
kinerja secara berkelanjutan
akan memberian umpan balik,
sehingga upaya perbaikan
secara terus menerus
akan mencapai keberhasilan di
masa mendatang. Dengan
informasi pencapaian indikator kinerja, pemerintah
daerah diharapkan dapat mengetahui
prestasinya secara obyektif
dalam periode tertentu.
Kegiatan dan program
pemerintah daerah
seharusnya
dapat diukur dan
dievaluasi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pengukuran
kinerja merupakan alat manajemen untuk
- 1. Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja
- 2. Memastikan tercapainya skema kinerja yang disepakati
- 3. Memonitor dan megevaluasi pelaksanaa kinerja dan membandingkan dengan skema kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja yang telah disepakati
- 4. Menjadikan alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi
- 5. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi
- 6. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah
- 7. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif
- 8. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan
9. Mengungkap permasalahan yang terjadi
Langkah-Langkah
Penyusunan Indikator Kinerja
1.
Susun dan
tetapkan rencana strategis,
meliputi visi, misi,
tujuan, sasaran, dan cara mencapai tujuan dan sasaran
2.
Identifikasi data/informasi yang
dikembangkan dalam indikator
kinerja secara relevan, lengkap, akurat dan kemampuan pengetahuan
tentang bidang akan dibahas untuk menyusun dan menetapkan untuk menyusun dan
menetapkan indikator kinerja yang tepat dan relevan.
3. Pilih dan tetapkan indikator kinerja yang paling
relevan dan berpengaruh besar
terhadap keberhasilan pelaksanaan
kebijakanaan, program, kegiatan.
Sedangkan Blanced Scorecard merupakan :
§ Kumpulan ukuran kinerja organisasi yang diturunkan
dari strategi organisasi untuk mendukung dan mengarahkan pelaksanaan tujuan
strategi secara khusus
§ Memberikan suatu cara untuk menjelaskan strategi
organisasi pada manajer- manajer di seluruh organisasi
Value For Money:
§ Kinerja Melekat padaAktivitas
§ Aktivitas Diturunkan dari Rencana Stratejik
§ SetiapAktivitas harus bisa diidentifikasi indikator
dan target kinerja yang meliputi area INPUT, OUTPUT, OUTCOME, dan diharapkan
sampai pada BENEFIT, dan IMPACT
Blanced Scorecard:
§ Kinerja diklasifikasikan pada area: Financial,
Costumer, Internal Businnes Prosess, Learning
& Growth
§ Setiap perspektif disusun indikator, target, dan capaian
kinerjanya
3. Perbandingan secara detail Perbedaan
antara Konsep Anggaran Tradisonal dengan Anggaran Moderen yang Berbasis Kinerja.
1. Anggaran tradisional; ciri utamanya bersifat line-item dan incrementalism
2. Anggaran Moderen
atau dengan pendekatan New Public
Management (NPM) adalah anggaran
yang berorientasi pada kinerja yg terdiri dari:
a.
Planning Programming and and Budgeting System (PPBS)
b.
Zero Based Budgeting (ZBB)
c.
Performance Budgeting
Ä Ciri anggaran tradisional
1.
Cara penyusunan anggaran berdasarkan pendekatan incrementalism
2.
Struktur dan susunan anggaran yg bersifat line-item.
3.
Cenderung sentralistis
4.
Bersifat spesifikasi;
5.
Tahunan; dan
6.
Menggunakan prinsip anggaran bruto
Ä Anggaran
tradisional tidak rnampu mengungkapkan besarnya dana dikeluarkan untuk setiap
kegiatan, dan bahkan gagal memberikan informasi tentang besarnya rencana
kegiatan.
Ä Sehingga
tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.
Incrementalism
Ä
Penekanan & tujuan utama pendekatan tradisional
adalah pada pengawasan dan
pertanggungjawaban yang terpusat.
Ä
Bersifat incrementalism, yaitu hanya menambah atau
mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan
data tahun sebelumnya sebagai dasar menyesuaikan besarnya
penambahan/pengurangan tanpa kajian yang mendalam/kebutuhan yang wajar.
Ä
Masalah utama anggaran tradisionaln adalah tidak
memperhatikan konsep value for money
(ekonomi, efisiensi dan efektivitas)
Ä
Kinerja dinilai berdasarkan habis tidaknya anggaran yang diajukan, bukan pada pertimbangan
output yang dihasilkan dari aktivitas yang dilakukan dibandingkan dengan target
kinerja yang dikehendaki (outcome).
Ä
Cenderung menerima konsep harga pokok pelayanan historis (historic cost of
service) tanpa memperhatikan pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah
pelayanan tertentu yang dibiayai dengan pengeluaran pemerintah masih dibutuhkan
atau masih menjadi prioritas?
2. Apakah
pelayanan yang diberikan telah terdistribusi secara adil & merata di antara
kelompok masyarakat?
3. Apakah
pelayanan diberikan secara ekonomis dan efisien?
4. Apakah
pelayanan yang diberikan mempengaruhi pola kebutuhan publik?
Ä
Akibat konsep historic cost of service
adalah suatu item, program atau kegiatan muncul lagi dalam anggaran tahun
berikut meski sudah tak dibutuhkan. Perubahan menyangkut jumlah rupiah yang
disesuaikan dengan tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya
Line-item
Ä
Struktur anggaran bersifat line-item
didasarkan atas sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran.
Ä
Tak memungkinkan untuk menghilangkan item-item
penerimaan atau pengeluaran yang sebenarnya sudah tidak relevan lagi
Ä
Penilaian kinerja tak
akurat, karena tolok ukur yang digunakan hanya pada ketaatan dalam menggunakan
dana yang diusulkan.
Ä
Dilandasi alasan orientasi sistem anggaran yang
dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran, bukan tujuan yang ingin
dicapai dengan pengeluaran yang dilakukan.
.Anggaran Moderen atau
Era New Public
Management
Ä
Perbandingan Anggaran Tradisional Dengan Anggaran
Moderen
Anggaran Tradisional
|
New Public Management
|
Sentralistis
|
Desentralisasi & devolved management
|
Nerorientasi pd input
|
Berorientasi
pd input, output & outcome
(value for money)
|
Tak terkait dg perencanaan jk panjang
|
Utuh
& komprehensif dg perencanaan
Jk panjang
|
Line-item
& incremental
|
Berdasarkan sasaran kinerja
|
Rigid
departement
|
Cross department
|
Gunakan aturan klasik: vote accounting
|
ZBB, PPBS
|
Prinsip anggaran bruto
|
Sistematik & rasional
|
Bersifat tahunan
|
Bottom-up
budgeting
|
Spesifik
|
PERUBAHAN
PENDEKATAN anggaran
Ä
Era new
public management mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan yang
sistematis dalam perencanaan anggaran sektor publik, al:
1. Teknik
Anggaran Kinerja/Performance Budgeting
2. Zero Based
Budgeting/ZBB
3. Planning,
Programming & Budgeting System/PPBS
Ä
Karakteristik pendekatan
baru sistem anggaran publik
1. Komprehensif/komparatif
2. Terintegrasi
dan lintas departemen
3. Proses
pengambilan keputusan yg rasional
4. Berjangka
panjang
5. Spesifikasi
tujuan dan perankingan prioritas
6. Analisis
total cost & benefit (termasuk opportunity cost)
7. Berorientasi input, output & outcome
8. Adanya
pengawasan kinerja
anggaran
KINERJA
Ä
Anggaran dengan pendekatan kinerja menekankan
konsep value for money & pengawasan atas kinerja output
Ä
Dominasi pemerintah dapat diawasi &
dikendalikan mll internal cost awareness, audit keuangan & kinerja,
serta evaluasi kinerja eksternal
Ä
Sistem anggaran kinerja mrp sistem yang mencakup
penyusunan program & tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai
tujuan & sasaran
ZERO BASED BUDGETING
(ZBB)
Ä Proses implementasi ZBB, tiga tahapan:
1. Identifikasi
unit-unit keputusan
2. Penentuan
paket-paket keputusan
a. Paket
keputusan mutually-exclusive adalah paket-paket keputusan yg memiliki
fungsi yang sama
b. Paket
keputusan incremental; merefleksikan tingkat usaha yang berbeda
3. Meranking dan
mengevaluasi keputusan
PLANNING,
PROGRAMMING & BUDGETING SYSTEM (PPBS)
Ä
PPBS adalah teknik
penganggaran yang berorientasi pada output & tujuan, penekanan utamanya adalah
alokasi sumber daya berdasrkan analisis ekonomi
4. Struktur
Lengkap Anggaran Berbasis Kinerja dikaitkan dengan Konsep Money Follow Function
Pada
struktur organisasi birokrasi, biasanya terdapat satu unit yang disebut
Sekretariat. Unit ini pada umumnya berperan sebagaisupporting function untuk
menggerakkan organisasi, yaitu dengan mengelola unsur-unsur dasar organisasi
yang meliputi man, money,method, materials,
dan information. Dengan bergesernya sistem penganggaran yang dianut
oleh negara kita, dan keberadaan tugas mengelola unsur method pada
unit ini, maka dalam implementasi prinsip money follow function pada
kerangka sistem penganggaran berbasis kinerja, unit ini dapat lebih
diberdayakan untuk menyaring kegiatan-kegiatan yang diajukan unit-unit yang ada
di lingkungan organisasinya. Mengapa demikian? Karena Bagian yang mengelola
unsur method (biasanya disebut Bagian Organisasi dan Tata Laksana) dalam
Sekretariat suatu organisasi birokrasi, adalah bagian yang paling tahu mengenai
masing-masing tugas dan fungsi dari seluruh unit yang ada di lingkungan
organisasinya. Bagian ini menelaah kegiatan yang diusulkan dari sisi (1)
Kesesuaian kegiatan yang diusulkan dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban
unit tersebut, (2) ada/tidaknya Standard Operating Procedures (SOP)
untuk melaksanakan kegiatan tersebut pada unit itu, (3) Identifikasi output dan outcome yang
akan dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan tersebut, dan (4) penetapan indikator
kinerja sebagai alat pengukuran tingkat keberhasilan.
![http://www.anggaran.depkeu.go.id/images/content/MFF.JPG](file:///C:/Users/COMPAQ/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.jpg)
Secara
skematis, konsep tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut :
Akhirnya,
apabila masing-masing unit yang ada pada suatu organisasi menjalankan perannya
masing-masing sesuai dengan tugas dan fungsinya, diharapkan efektifitas dan
efisiensi kegiatan dapat dicapai, yang pada ujungnya kinerja organisasi secara
keseluruhan dapat tercapai secara optimal.
5. Fungsi Standar Pelayanan Minimal dan
Standar Ananlisis Belanja pada Anggaran Berbasis Kinerja
Fungsi Standar Pelayanan Minimal disertai
dengan tolok ukur
pencapaian kinerja. Tolok ukur tersebut bisa memuat
indikator-indikator seperti:
·
input (masukan)
Bagaimana tingkatan
atau besaran sumber-sumber yang digunakan, seperti sumberdaya
manusia, dana, material,
waktu, teknologi, dan sebagainya.
·
output (keluaran)
Bagaimana bentuk
produk yang dihasilkan
langsung oleh kebijakan atau program berdasarkan masukan (input)
yang digariskan.
·
outcome (hasil)
Bagaimana tingkat
pencapaian kinerja yang
diharapkan terwujud
berdasarkan keluaran (output) kebijakan
atau program yang
sudah dilaksanakan.
·
benefit (manfaat)
Bagaimana tingkat
kemanfaatan yang dapat
dirasakan sebagai nilai tambah bagi masyarakat maupun
pemerintah daerah
·
impact (dampak)
Bagaimana dampaknya
terhadap kondisi makro
yang ingin dicapai berdasarkan manfaat yang dihasilkan
Sedangkan
Fungsi Standar Analisis Belanja (SAB) pada anggaran berbasis kinerja yaitu:
a.
Dapat menentukan kewajaran biaya untuk
melaksanakan suatu kegiatan sesuai dengan Tupoksinya
b.
Meminimalasi terjadinya pengeluaran yang kurang
jelas yang menyebabkan inefisiensi anggaran
c.
Menghindari tumpang tindih (overlapping) antara
pengeluaran rutin dan pembangunan.
d.
Penentuan anggaran berdasarkan tolok ukur
kinerja yang jelas.
e.
Unit kerja mendapat keleluasaan yang lebih
besar untuk menentukan anggarannya sendiri.
Tolok ukur pencapaian
kinerja sangat penting
untuk disertakan, agar masing-masing unit organisasi pelaksana
dari kewenangan/fungsi dalam bidang tertentu
dapat mengukur dirinya
sendiri apakah sudah
berhasil melaksanakan tugasnya
atau belum. Di sisi lain, dengan ukuran kinerja yang jelas, publik atau
masyarakat juga bisa
memantau kinerja unit
organisasi tersebut. Karena dengan transparansi pengukuran
juga menggambarkan akuntabilitas unit organisasi tersebut pada publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar