SOAL.
1. Sejarah perkembangan munculnya konsep governance !
Analisislah secara kritis, factor-faktor penyebab munculnya dan berkembangnya
konsep governance tersebut? Pihak mana yang diuntungkan dan mana yang
dirugikan? Bagaimana dengan implementasi governance tersebut dalam konteks di
Indonesia? Apa pendapat Anda tentang Implementasi Konsep governance?
2. Ambil salah satu contoh kasus kebijakan yang diambil
Pemerintah (bisa pusat maupun daerah) Buatlah policy paper terhadap contoh
kasus yang anda pilih!
Jawab:
1.
Sejarah
perkembangan munculnya konsep governance sebagai turunan dari pelaksanaan
demokrasi. Istilah Governance didefinisikan sebagai: ‘act, manner, fact, or
function of governing; sway, control’.…“Governance’ berasal dari kata
‘govern’, yang menurut kamus memiliki 8 arti. Definisi yang paling populer
adalah: ‘rule with authority, conduct the policy, actions, and affairs
(of State, subjects) either despotically or constitutionally; regulate
proceedings of (corporation,etc.)’. Governance terkait denga siapa yang memutuskan apa, siapa yang mempengaruhi
siapa, bagaimana pengaruh tersebut dilaksanakan dan bagaimana pembuat keputusan
melaksanakannya secara akuntabel. Governance
juga terkait dengan legitimasi, kewenangan untuk membuat keputusan kepada
orang lain dan untuk menanggung resiko.
“Governance” atau tata
kelola pemerintahan adalah sebuah konsep yang sangat dikembangkan sudah muncul
sekitar tahun 1960-an
ditandai dengan keyakinan umum bahwa pemerintah mampu mengendalikan,
merencanakan, dan mengimplementasikan kebijakan maupun perencanaan publik.
Tahun 1970-an muncul adanya keengganan untuk membuat perencanaan public, pada
tahun 1980-an, penekanan pada batas dan keterbatasan pemerintah dalam mengatur dan
mengendalikan perekonomian karena semakin kompleksnya permasalahan. Dan Tahun
1990-an mencatat era paradigma baru muncul perhatian pada self governance sector publik (Kickert, 1993). Tata
kelola pemerintahan berhadapan dengan permasalahan yang bersifat mekanis, yaitu
adanya beraneka ragam ketertarikan masyarakat, dan terus meningkat sebagai
sebuah proses mekanisme dan proses perancangan untuk mengelola system tersebut
untuk memberi wewenang pada masyarakat dan menjamin bahwa masyarakatlah yang
mempunyai proses tersebut.
Analisis
secara kritis, factor-faktor penyebab muncul dan berkembangnya konsep Governance.
Fokus analisis governance adalah perdebatan mengenai kerterbasan pengendalian oleh
pemerintah. Governance terdiri atas, pertama, negara, yang dijabarkan dalam
eksekutif, legislatif dan yudikatif serta militer. Kedua, masyarakat sipil,
terdiri atas LSM, ormas, media massa, asosiasi berdasarkan profesionalitas,
kelompok-kelompok agama dll. Dan ketiga, pasar ekonomi. Ketiga pelaku governance saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu
sama lain sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Konsep
governance sejak
tahun 1991 dipromosikan oleh beberapa agensi multilateral dan bilateral seperti
JICA, OECD, GTZ (Keban ; 2000, 52).
Mereka memberikan tekanan pada beberapa indikator, antara lain : (1) demokrasi,
desentralisasi dan peningkatan kemampuan pemerintah; (2) hormat terhadap hak
asasi manusia dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku; (3) partisipasi rakyat;
(4) efisiensi, akuntabilitas, transparansi dalam pemerintah dan administrasi
publik; (5) pengurangan anggaran militer; dan (6) tata ekonomi yang
berorientasi pasar. OECD dan World Bank (LAN; 2000, 6) mensinonimkan governance dengan
penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang
sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi
dana investasi yang langka, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun
administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal
and political frameworks bagi tumbuhnya
aktivitas kewiraswastaan.
Pihak
yang diuntungkan dan yang dirugikan.
Analisis konsep “governance” menjanjikan
sesuatu yang sangat ideal bagi pemerintahan sebuah negara, namun banyak hal
yang sebenarnya terkandung di dalam gagasan ini. Kenyataanya konsep ini sudah
menjadi ideologi yang multi kepentingan, yang diekspor hampir kesetiap negara
untuk mensukseskan skenario global dari negara-negara dunia pertama. Melalui
analisis yang mendalam kita akan mengetahui bahwa gagasan-gagasan yang
ditawarkan good governance bercirikan kapitalistik, pemetaan yang dilakukan untuk meminimalisir peran
negara terhadap semua sektor mesti dibagi menjadi sepet tiga, artnya harus ada
kesamarataan dari setiap sektor termasuk negara. Ideologi inilah yang digunakan
International Monetary Fund (IMF) dan World Bank untuk menguasai semua
sektor-sektor penting yang dimiliki negara-negara dunia ketiga.
(Pihak yang diuntungkan)
Prinsip-prinsip yang terkandung di dalam governance hanya
menjadi persoalan yuridis saja, karena tujuan yang dimiliki adalah pengahapusan
peran negara dan menghendaki peran yang dominan dari rakyat dan sektor swasta.
Agenda terselubungnya adalah penegakkan prinsip-prinsip neoliberalisme bagi
negara-negara konsumen good governance. Prinsip-prinsip
neoliberalisme diantaranya adalah privatisasi, deregulasi dan liberalisasi.
Semua itu pasti akan muncul dan marak di negara-negara tersebut, seperti
banyaknya aset-aset penting negara yang dimiliki pribadi atau swasta. Contoh
kecil adalah di Indonesia, dimana banyak aset-aset yang menguasai hajat hidup
orang banyak tidak lagi menjadi milik Negara, melainkan dikelola oleh swasta
dibawah kendali perusahaan-perusahaan transnasional, seperti Danone, Free port,
Epson mobile dll. (Pihak yang
dirugikan).
Kebebasan yang dimiliki individu diluar Negara
menjadikan ideologi ini sebagai kendaraan globalisasi dalam ranah pemerintahan.
Karena jika negara sudah menjadi lemah, negara dan rakyat akan
selalu berhadap-hadapan dan negara-negara dari dunia pertama akan mudah
melakukan ekspansi dan menjajah negara-negara di dunia ketiga dalam segala
sektor. Karena tujuanya adalah penipuan dunia terhadap negara-negara
konsumen good governance.
Kekuatan yang dimiliki masyarakat madani (civil
society) menjadi kekuatan kedua setelah negara, karena negara tidak
mempunyai peran yang dominan dan penuh untuk mengendalikan rakyatnya. Governance hanya
menjadi permainan teorotis dari otak-otak penggagasnya untuk menguasai dunia.
Kebaikan-kebaikan yang ditawarkan hanya merupakan kebaikan-kebaikan palsu yang
sarat akan kepentigan besar dalam konteks globalisasi.
Implementasi
Governance dalam Konteks di Indonesia.
Seiring dengan laju reformasi yang ada,
konsep governance, yang banyak
dicetuskan oleh pakar-pakar pemerintahan, Kita
dapat melihat pada tulisan-tulisan R. A. W Rhodes (1996) ataupun Gerry Stocker
(1998), yang pada intinya mereka berpendapat bahwa saat ini harus ada
penggantian konsep dalam wacana pemerintahan. Yaitu dari konsep yang selama ini
dipakai (pemerintah atau government) menjadi pemerintahan atau governance.
Sebab mereka berpandangan konsep governance lebih bermakna dinamis dan akan
sulit dimanipuasi, sedangkan government
lebih bersifat statis sehingga, dengan demikian, akan mudah dimanipulasi oleh
pihak yang mengendalikannya telah banyak bergulir dan menjiwai tiap upaya
perbaikan birokrasi di Indonesia. Di mana harapannya
dengan bersandar pada konsep governance dalam melakukan setiap reformasi di
bidang pemerintahan, maka tidak akan ada lagi birokrasi yang korup. Sebab
birokrasi pemerintah dalam hal ini akan mengalami pengurangan kekuatan
dominannya, dan ia (birokrasi pemerintah) mau tidak mau harus membuka diri terhadap kekuatan-kekuatan
lainnya yang ada di tengah-tengah masyarakat. Dan dengan demikian tuntutan
penyelenggaraan pemerintahan yang lebih demokratis, terbuka, luwes, efisien dan
akuntabel dapat lebih terwujud.
Konsep governance
telah mengubah makna dan Istilah
government menunjuk pada institusi negara yang formal, di mana ia ditandai
dengan adanya monopoli kekuasaan absah yang dimilikinya untuk membuat kebijakan
dan memaksakan berlakunya kebijakan yang dibuatnya itu secara coersive. Proses
kebijakan yang ada berjalan secara linier, dengan perangkat-perangkat birokrasi
pemerintah sebagai satu-satunya aktor didalamnya. Pemahaman seperti inilah yang
kemudian ditolak oleh konsep governance. Di mana ia lebih menunjuk pada
penataan baru atas proses kepemerintahan, adanya perubahan syarat dari atauran
yang berlaku dan sebuah metode baru di mana masyarakatlah yang memerintah. Dengan
governance, tujuan utama pemerintahan
untuk memberikan sumber-sumber, pelayanan-pelayanan dan keuntungan-keuntungan
bagi masyarakat akan makin dipertajam. Pola dan gaya pemerintahan yang semula
ditunjukkan oleh sentralisasi kekuasaan yang eksklusif monopolistik,
birokratik, koersif dan represif (atau adanya posisi birokrasi pemerintah
sebagai penguasa tunggal dalam penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari), harus
segera ditinggalkan. Dan kemudian harus diubah dengan membuka kesempatan bagi
aktor-aktor lainnya (dalam hal ini sektor swasta, legeslatif, LSM, pers, dsb)
untuk berpartisipasi dalam setiap proses kebijakan yang ada. Dengan governance, yang lebih mementingkan pada
tindakan bersama (collective action),
keinginan pemerintah untuk memonopoli proses kebijakan dan memaksakan
berlakunya kebijakan tersebut akan ditinggalkan dan akan diarahkan ke arah
proses kebijakan yang lebih inklusif, demokratis dan partisipatoris.
Masing-masing aktor akan berinteraksi dan saling memberikan pengaruh demi
tercapainya kepentingan bersama.
Terciptanya governance, yang merupakan prinsip dasar,
meliputi Partisipatoris, Rule of law (penegakan
hukum) Transparansi, Responsiveness (daya
tanggap), Konsensus, Persamaan hak, Efektivitas dan Efisiensi, dan
Akuntabilitas. (Santosa, 2008:131)
Partisipatoris; setiap
pembuatan peraturan atau kebijakan selalu melibatkan unsur masyarakat
(melalui wakil-wakilnya). Rule of law; harus
ada perangkat hukum yang menindak para pelanggar, menjamin perlindungan HAM,
tidak memihak, berlaku pada semua warga. Transparansi;
adanya ruang kebebasan untuk memperoleh informasi publik bagi warga yang
membutuhkan (diatur oleh undang-undang). Ada ketegasan antara rahasia negara
dengan informasi yang terbuka untuk publik. Responsiveness;
lembaga publik harus mampu merespon kebutuhan masyarakat, terutama yang
berkaitan dengan “basic needs” (kebutuhan dasar) dan HAM. Konsensus;
jika ada perbedaan kepentingan yang mendasar di dalam masyarakat, penyelesaian
harus mengutamakan cara dialog/musyawarah menjadi konsensus. Persamaan
hak; pemerintah harus menjamin bahwa semua pihak, tanpa terkecuali,
dilibatkan di dalam proses politik, tanpa ada satu pihak pun yang
dikesampingkan. Efektivitas dan efisiensi;
pemerintah harus efektif (absah) dan efisien dalam memproduksi output berupa
aturan, kebijakan, pengelolaan keuangan negara, dan lain-lain. Akutabilitas;
suatu perwujudan kewajiban dari suatu instansi pemerintahan untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misinya.
Implementasi akuntabilitas dilakukan melalui pendekatan strategis, yang akan
mengakomodasi perubahan-perubahan cepat yang ternjadi pada organisasi dan
secepatnya menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, sebagai antisipasi
terhadap tuntutan pihak-pihak yang berkepentingan.
Nilai yang terkandung dari karakteristik governance tersebut
di atas merupakan nilai-nilai yang universal sifatnya dan sesuai dengan
cita-cita perjuangan bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam GBHN 1999 –
2004, karena itu diperlukan pengembangan dan penerapan sistem
pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna dan berhasil
guna. Kondisi semacam ini perlu adanya akuntabilitas dan tersedianya akses yang
sama pada informasi bagi masyarakat luas. Hal ini merupakan fondasi
legitimasi dalam sistem demokrasi, mengingat prosedur dan metode pembuatan
keputusan harus transparan agar supaya memungkinkan terjadinya partisipasi
efektif. Kondisi semacam ini mensyaratkan bagi siapa saja yang terlibat dalam
pembuatan keputusan, baik itu pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat,
harus bertanggung jawab kepada publik serta kepada institusi stakeholders.
Disamping itu, institusi governance harus
efisien dan efektif dalam melaksanakan fungsi-fungsinya, responsif terhadap
kebutuhan masyarakat, memberikan fasilitas dan peluang ketimbang melakukan
kontrol serta melaksanakan peraturan perundang-undanganan yang berlaku.
Implementasi dari semua indikator governance tersebut, sangat
dibutuhkan sebagai syarat bagi terciptanya pemerintahan yang baik (good
governance) serta pemerintahan yang bersih (clean government). Dalam
mengimplementasikan indikator di atas, maka salah satu yang dibutuhkan agar
dapat mewujudkan kepemerintahan yang baik adalah kreativitas pemimpin dalam
melaksanakan fungsi atau peranannya, melalui pola kepemimpinan yang demokratis
yang senantiasa menciptakan sinergi antar berbagai elemen pembangunan secara
optimal.
Dengan demikian, maka dapat
disimpulkan bahwa wujud governance adalah
penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid yang bertanggung jawab, serta
efisien dan efektif dengan menjaga kesinergisan, interaksi yang positif
diantara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat atau civil
society organization.
Implementasi Governance dalam konteks
di Indonesia belum secara optimal dijalankan karena masih ada ketergantungan
dari pihak investor luar yang mencari keuntungan di Indonesia. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam
pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Governance, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang merajalela
di Indonesia, Sistem penegakan Hukum yang kurang adil. Banyak
hal mendasar yang harus diperbaiki, yang berpengaruh terhadap governance,
diantaranya:
J Integritas
Pelaku Pemerintahan, Peran
pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para pelaku
pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada kesempatan untuk
melakukan penyimpangan misalnya korupsi.
J Kondisi
Politik dalam Negeri, Jangan
menjadi dianggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang dihadirkan oleh
politik. Bagi terwujudnya governance
konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai
persoalan di lapangan. Maka tentu harus segera dilakukan perbaikan.
J Kondisi
Ekonomi Masyarakat, Krisis
ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan
mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.
J Kondisi
Sosial Masyarakat, Masyarakat
yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan berbagai kebijakan
pemerintahan. Khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang
merupakan perwujudan riil governance.
Masyarakat juga menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan
penyelenggaraan pemerintahan. Namun jika masyarakat yang belum berdaya di
hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti
konflik dan anarkisme kelompok.
J Sistem
Hukum, Menjadi
bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan negara. Hukum merupakan
faktor penting dalam penegakan governance. Kelemahan sistem hukum akan
berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan.
2. Contoh kasus kebijakan yang diambil pemerintah.(Pusat)
Policy
Paper
KONVERSI MINYAK TANAH KE GAS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dilihat dari segi finansial pemerintah membuat
kebijakan konversi minyak tanah ke gas merupakan hal yang sangat baik karena
mengingat harga minyak mentah yang melonjak tinggi. Apabila tetap
mempertahankan minyak sebagai salah satu objek yang di subsidi maka akan
merelakan dana APBN yang begitu besar untuk mensubsidi minyak tersbut. Bukan
hanya itu, Sumber Daya Alam (SDA) minyak juga semakin sedikit di perut bumi
Indonesia, hal ini dikarenakan sudah sekian lama terambil, selain itu
terdapat potensi gas yang cukup melimpah daripada minyak mentah, juga dilihat
dari polusinya gas jauh lebih efisien dan bersih.
Dengan berbagai pertimbangan yang sangat menguntungkan
pemerintah, yaitu menghemat pengeluaran dana APBN dan bebas polusi maka
pemerintah membuat kebijakan dan merealisasikannya. Namun apa yang direncanakan
oleh pemerintah tidak sesuai dengan kesiapan. Masalah pokok yang dihadapi oleh
masyarakat yaitu masyarakat tidak terbiasa menggunakan LPG. Masyarakat dihadapkan
pada sebuah kenyataan dengan membeli isi ulang tabung gas dengan harga Rp14.000
merupakan sebuah kenyataan yang sulit bagi rakyat miskin untuk membelinya,
meskipun tabung pertama diberikan dengan cara gratis. Disisi lain, dilapangan
juga terungkap banyaknya tabung dan kompor yang rusak atau tidak berstandart
nasional mengakibatkan banyak terjadi korban akibat meledaknya tabung gas
elpiji sehingga mengakibatkan rakyat trauma akan hal itu.
Dengan keadaan demikian apakah kebijakan yang telah
diterapkan pemerintah telah membantu masyarakat dalam hal kesejahteraan, dimana
bagi pelaku pembuat kebijakan konversi minyak tanah ke gas merupakan suatu
keuntungan yang besar. Dasar pembuatan kebijakan adalah pengurangan pemakaian
minyak tanah dan menarik subsidi di masyarakat karena pada dasarnya subsidi
minyak tanah yang telah dilakukan mulai dulu tidak tepat sasaran karena
mayoritas penduduk menengah menggunakan minyak bersubsidi tersebut, sementara
untuk masyarakat yang tergolong sangat miskin dan miskin hanya menggunakan
minyak tanah bersubsidi beberapa persen saja, dan yang terpenting masyarakat
kelas ataspun juga menggunakan minyak tanah yang bersubsidi setara dengan
masyarakat sangat miskin dan miskin.
Kebijakan yang diambil pemerintah
bukan tanpa resiko dan pertimbangan. Segala sesuatunya telah diusahakan untuk
membuat masyarakat sejahtera. Pemerintah juga berusaha untuk mengevaluasi apa
saja yang kurang dari kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut. Dengan
demikian diharapkan masyarakat dapat menerima secara berlahan tentang konversi
minyak tanah ke gas tersebut.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dan
bagaimana proses pembuatannya?
b. Bagaimana studi kasus tentang kebijakan konversi
minyak tanah ke gas?
C. Tujuan dan Manfaat
a. Agar dapat mengetahui pengertian kebijakan publik dan
mengetahui proses pembuatannya.
b. Agar dapat mengetahui masalah yang diangkat di dalam
kebijakan konversi minyak tanah ke gas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebijakan Publik dan Proses Pembuatannya
Kebijakan publik atau dikenal juga dengan public
policy merupakan semua kebijakan yang berasal dari pemerintah, mulai dari
kebijakan ekonomi, kebijakan kesehatan, kebijakan pertahanan keamanan dan
beberapa kebijakan lainnya. Kebijakan publik sendiri memiliki pengertian baik
luas ataupun sempit,. Kebijakan publik menurut Dunn (2000 :109) adalah
serangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan
keputusan untuk bertindak) yang dibuat oleh badan atau pejabat pemerintah. Sementara
Young dan Quinn (dalam Suharto 2008 : 44 ) membahas beberapa konsep kunci yang
ada dalam kebijakan publik :
·
Tindakan
pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik atau tindakan yang dibuat dan
diimplementasikan oleh badan pemerintahan yang memiliki kewenangan hukum,
politis dan finansial untuk melakukannya.
·
Sebuah
reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. Kebijakan publik berusaha
merespon masalah atau kebutuhan kongkrit yang berkembang dimasyarakat.
·
Seperangkat
tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik biasanya bukanlah
sebuah keputusan tunggal,melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau
strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang
banyak.
·
Sebuah
keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan publik pada
umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahhkan masalah sosial. Namun,
kebijakan publik bisa juga dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa masalah
sosial akan dapat dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada dan
karenanya tidak memerlukan tindakan tertentu.
·
Sebuah
justifikasi yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang aktor. Kebijakan
publik berisi sebuah pernyataan atau justifikasi terhadap langkah – langkah
atau rencana tindakan yang telah dirumuskan, bukan sebuah maksud atau janji
yang belum dirumuskan. Keputusan yang telah dirumuskan dalam kebijakan publik
bisa dibuat oleh badan pemerintah, maupun oleh beberapa perwakilan lembaga
pemerintah.
Setelah mengerti tentang makna kebijakan maka proses pembuatan kebijakan
tersebut juga harus diketahui. Dalam proses pembuatan kebijakan dibutuhkan
beberapa tahap menurut Suharto (2008 : 78) diantaranya adalah tahap
identifikasi, implementasi dan evaluasi. Tahap pertama misalnya adalah tahap
identifikasi. Dalam tahap ini terdapat beberapa poin yang perlu dicatat yaitu
a) identifikasi masalah dan kebutuhan, b)analisis masalah dan kebutuhan, c)
penginformasian rencana kebijakan, d)perumusan tujuan kebijakan, e)pemilihan
model kebijakan, f)penentua indikator sosial dan yang terakhir membangun
dukungan dan legitimasi publik. Pada tahap kedua yaitu implementasi dimana
didalamnya terdapat perumusan masalah serta perancangan dan implementasi
program. Dan yang terakhir adalah tahap evaluasi. Berbeda dengan Suharto, Dunn menyebutkan
tahap tahap dalam proses pembuatan kebijakan adalah a) penyusunan agenda, b)
formulasi kebijakan, c) adopsi kebijakan, d) implementasi kebijakan, dan
penilaian kebijakan.
B. Studi Kasus Tentang Kebijakan Konversi Minyak Tanah Ke
Gas
Penggunaan minyak gas yang
semakin meningkat setiap tahunnya membuat pemerintah harus menguras dana besar
memenuhi kebutuhan subsidi untuk minyak tanah tersebut, padahal subsidi minyak
ini mengeluarkan dana triliunan setiap tahunnya yang mayoritas digunakan oleh
masyarakat menengah, sementara masyarakat sangat miskin dan miskin penggunanya
hanyalah seperempat dari jumlah warga miskin yang tersebar di Indonesia.
Keadaan demikianlah yang membuat pemerintah berpikir ulang untuk membuat suatu
kebijakan yang dapat menguntungkan Negara beserta masyarakatnya. Dengan
beralihnya penggunaan minyak tanah ke gas atau lebih dikenal dengan nama LPG
maka Negara dapat sedikit demi sedikit menarik subsidi minyak di masyarakat
dan mengeluarkannya dengan harga semestinya sehingga dapat digunakan
sesuai dengan kebutuhan. Dengan adanya penghematan tersebut maka dana subsidi
yang awalnya untuk minyak dapat beralih fungsi untuk dana kesehatan atau
pendidikan dimana dua bidang ini merupakan aset utama kesejahteraan rakyat.
LPG menjadi pilihan pengganti Minyak Tanah dikarenakan karena biaya
produksi lebih murah dibandingkan minyak tanah itu sendiri. Biaya produksi
Minyak Tanah tanpa subsidi adalah sekitar Rp 6.700/liter. Jika dengan subsidi
adalah Rp 2.500/liter. Untuk satu satuan setara Minyak Tanah, biaya produksi
LPG tanpa subsidi adalah Rp 4.200/liter. Sedang LPG dengan subsidi adalah Rp
2.500/liter. Pemanfaatan LPG jelas mengurangi konsumsi subsidi Minyak Tanah.
Beberapa masalah sempat timbul
didalamnya mengingat kebijakan ini dikeluarkan seperti tanpa perencanaan
sebelumnya. Mulai dari ribut-ribut tender kompor gas yang dilakukan oleh Kantor
Menteri Koperasi dan UKM, belum jelasnya sumber pendanaan dan besarnya subsidi
yang mencapai ratusan milyar Rupiah, rendahnya sosialisasi kepada masyarakat
yang justru sedang giat-giatnya memproduksi kompor murah berbahan bakar briket
sesuai program pemerintah sebelumnya, ketidaksiapan infrastruktur seperti
stasiun pengisian dan depot LPG, hingga kaburnya kriteria pemilihan lokasi uji
coba dan kelompok masyarakat penerima kompor dan tabung gas gratis. Belum habis
berbagai kontroversi tersebut, terdapat masalah lain dalam proses tender kompor
gas, yaitu adanya aturan baru dimana kompor gas harus memiliki dua tungku.
Padahal peserta tender sebelumnya telah mengantisipasi dan diminta menyiapkan
penawaran hanya satu tungku sesuai aturan dari Departemen Perindustrian.
Masalah tidak berhenti disitu, saat gas sudah diedarkan kepada masyarakat baik
yang secara gratis ataupun tidak, terjadi penggunaan yang salah pada tabung gas
pada beberapa masyarakat sehingga terjadi ledakan dan memakan banyak korban
jiwa. Hal ini terjadi karena pemerintah kurangnya memberi sosialisasi kepada
masyarakat tentang tabung gas tersebut, sehingga memperparah rencana kebijakan
yang telah di implementasikan tersebut.
Program konversi Minyak Tanah ke LPG yang dilakukan
pemerintah mulai tahun 2007 hingga kini telah menjangkau hampir seluruh kawasan
Indonesia merupakan program pemerintah yang melibatkan beberapa intansi
pemerintah. Selain itu juga secara langsung melibatkan PT Pertamina serta para
pengusaha, baik yang bergerak dalam industri maupun pabrikan kompor LPG dan
Tabung LPG serta kalangan swasta yang menjadi mitra PT Pertamina sebagai
pengelola SPBE, angkutan atau transportasi sampai agen maupun penyalur LPG 3
Kg.
C. Analisis Studi Publik Pembuatan Kebijakan Konversi
Minyak Tanah ke Gas dengan Konsep Proses dan Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Pengambilan Kebijakan.
Membahas tentang proses dan teknik pengambilan keputusan maka perlu mengerti
tentang pengertian pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan sendiri adalah
tindakan pimpinan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang
dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu diantara alternatif – alternatif yang
dimungkinkan. Sementara ahli lain mengatakan pengambilan keputusan adalah suatu
pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta – fakta
dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan
tindakan yan menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
Dalam kasus diatas, dimana
pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang konversi minyak tanah ke gas dengan
maksud dan tujuan mengurani dana Negara untuk keperluan subsidi minyak yang
menghabiskan dana subsidi paling besar diantara subsidi – subsidi yang lain.
Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah terkesan terburu buru sehingga banyak
terjadi masalah di dalamnnya. Masalah yang paling banyak dibicarakan akhir –
akhir ini adalah meledaknya tabung gas atau elpiji, dimana telah banyak memakan
korban baik anak – anak ataupun dewasa karena kesalahan penggunaan.
Karena masalah tersebut
masyarakat menjadi takut akan penggunaan gas yang dapat membahayakan nyawanya
atau orang orang disekitarnya. Dengan alasan inilah, masih banyak
masyarakat yang menggunakan minyak tanah. Dengan masalah yang seperti itu maka
pemerintah perlu mengambil keputusan agar masalah yang ada dapat segera
dipecahkan sehingga tidak menimbulkan keraguan masyarakat, dimana itu
menyangkut kepentingan umum tentang keselamatan dan kenyamanan. Pemerintah
harus segera mengevaluasi tentang kebijakan tersebut agar menjadi lebih baik
dan membuat masyarakat dapat sepenuhnya menggunakan gas, sehingga target dapat
segera tercapai untuk meminimalisir anggaran dana terhadap minyak. Pemerintah
harus menata ulang kebijakan ini mulai dari tahap perencanaan. Pemerintah
diharapkan jeli menyiapkan langkah-langkah antisipatif seperti sikap penolakan
masyarakat. Pada tahap pelaksanaan, kebijakan ini juga harus dievaluasi secara
periodik sehingga permasalahan-permasalahan yang muncul dapat segera diatasi.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kebijakan publik dibuat untuk
masyarakat dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yanga ada dan tersebar
di Negara Indonesia. Kebijakan yang dilakukan pemerintah terkait dengan
konversi minyak tanah ke gas merupakan satu langkah maju untuk melakukan
perubahan dimana penggunaan minyak tanah yang dilakukan masyarakat secara turun
menurun mulai dahulu bukan saja menyebabkan masalah teknis terkait penggunaan
yang tidak bisa tetapi juga menyangkut kebudayaan yang sudah turun menurun
mulai dahulu hingga sekarang, sehingga harus mengubah kebiasaan tersebut secara
bertahap. Penjualan produk tersebut dilakukan guna mengurangi dana yang terus
keluar puluhan triliun setiap tahunnya dan menggunakan dana tersebut untuk
kebutuhan yang lebih penting, misalnya untuk pendanaan kesehatan atau
pendidikan.
B. Saran
Rencana konversi ini seperti
mendadak dan tidak terencana. Sehingga berbagai masalah dalam pelaksanaannya
selalu muncul. Karena itu demi kelangsungan program konversi yang bertujuan
baik, maka proses perencanaan dan program pelaksanaannya sebaiknya dibenahi
dari sekarang sebelum mengalami kegagalan atau menciptakan dampak yang lebih
buruk. Pemerintah juga dapat melakukan sosialisasi ke pada masyarakat secara
terus menerus agar masyarakat tau dengan benar penggunaan tabung gas sehingga
tidak ada lagi pemberitaan mengenai peledakan tabunga gas, sehingga masyarakat
dapat menggunakan tabung gas ini secara maksimal dan tidak menggunakan minyak
tanah hanya karena alasan takut. Selain itu pemerintah yang melibatkan beberapa
unit pelaksanaan juga harus membenahi koordinasinya. Harus jelas siapa saja
yang menjadi penanggung jawab utama dan institusi pelaksana .Untuk mewujudkan
kerjasama dan koordinasi yang baik antar instansi sudah sepantasnya dibetuk Tim
Terpadu untuk melaksanakan program konversi ini. Mengingat jumlah masyarakat
miskin yang terus bertambah, maka sangat diperlukan kecermatan dalam menentukan
lapisan masyarakat yang akan menjadi sasaran konversi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar