Senin, 12 November 2012

GOVERNANCE DAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK


SOAL.
1.      Sejarah perkembangan munculnya konsep governance ! Analisislah secara kritis, factor-faktor penyebab munculnya dan berkembangnya konsep governance tersebut? Pihak mana yang diuntungkan dan mana yang dirugikan? Bagaimana dengan implementasi governance tersebut dalam konteks di Indonesia? Apa pendapat Anda tentang Implementasi Konsep governance?
2.      Ambil salah satu contoh kasus kebijakan yang diambil Pemerintah (bisa pusat maupun daerah) Buatlah policy paper terhadap contoh kasus yang anda pilih!
Jawab:
1.    Sejarah perkembangan munculnya konsep governance sebagai turunan dari pelaksanaan demokrasi. Istilah Governance didefinisikan sebagai: ‘act, manner, fact, or function of governing; sway, control’.…“Governance’ berasal dari kata ‘govern’, yang menurut kamus memiliki 8 arti. Definisi yang paling populer adalah: ‘rule with authority, conduct the policy, actions, and affairs (of State, subjects) either despotically or constitutionally; regulate proceedings of (corporation,etc.)’. Governance terkait denga siapa yang memutuskan apa, siapa yang mempengaruhi siapa, bagaimana pengaruh tersebut dilaksanakan dan bagaimana pembuat keputusan melaksanakannya secara akuntabel. Governance juga terkait dengan legitimasi, kewenangan untuk membuat keputusan kepada orang lain dan untuk menanggung resiko.
Governance” atau tata kelola pemerintahan adalah sebuah konsep yang sangat dikembangkan sudah muncul sekitar tahun 1960-an ditandai dengan keyakinan umum bahwa pemerintah mampu mengendalikan, merencanakan, dan mengimplementasikan kebijakan maupun perencanaan publik. Tahun 1970-an muncul adanya keengganan untuk membuat perencanaan public, pada tahun 1980-an, penekanan pada batas dan keterbatasan pemerintah dalam mengatur dan mengendalikan perekonomian karena semakin kompleksnya permasalahan. Dan Tahun 1990-an mencatat era paradigma baru muncul perhatian pada self governance sector publik (Kickert, 1993). Tata kelola pemerintahan berhadapan dengan permasalahan yang bersifat mekanis, yaitu adanya beraneka ragam ketertarikan masyarakat, dan terus meningkat sebagai sebuah proses mekanisme dan proses perancangan untuk mengelola system tersebut untuk memberi wewenang pada masyarakat dan menjamin bahwa masyarakatlah yang mempunyai proses tersebut.
Analisis secara kritis, factor-faktor penyebab muncul dan berkembangnya konsep Governance.
Fokus analisis governance adalah perdebatan mengenai kerterbasan pengendalian oleh pemerintah. Governance terdiri atas, pertama, negara, yang dijabarkan dalam eksekutif, legislatif dan yudikatif serta militer. Kedua, masyarakat sipil, terdiri atas LSM, ormas, media massa, asosiasi berdasarkan profesionalitas, kelompok-kelompok agama dll. Dan ketiga, pasar ekonomi. Ketiga pelaku governance saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Konsep governance sejak tahun 1991 dipromosikan oleh beberapa agensi multilateral dan bilateral seperti JICA, OECD, GTZ (Keban ; 2000, 52). Mereka memberikan tekanan pada beberapa indikator, antara lain : (1) demokrasi, desentralisasi dan peningkatan kemampuan pemerintah; (2) hormat terhadap hak asasi manusia dan kepatuhan terhadap hukum yang berlaku; (3) partisipasi rakyat; (4) efisiensi, akuntabilitas, transparansi dalam pemerintah dan administrasi publik; (5) pengurangan anggaran militer; dan (6) tata ekonomi yang berorientasi pasar. OECD dan World Bank (LAN; 2000, 6) mensinonimkan governance dengan penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang langka, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frameworks bagi tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.
Pihak yang diuntungkan dan yang dirugikan.

Analisis konsep “governance” menjanjikan sesuatu yang sangat ideal bagi pemerintahan sebuah negara, namun banyak hal yang sebenarnya terkandung di dalam gagasan ini. Kenyataanya konsep ini sudah menjadi ideologi yang multi kepentingan, yang diekspor hampir kesetiap negara untuk mensukseskan skenario global dari negara-negara dunia pertama. Melalui analisis yang mendalam kita akan mengetahui bahwa gagasan-gagasan yang ditawarkan good governance bercirikan kapitalistik, pemetaan yang dilakukan untuk meminimalisir peran negara terhadap semua sektor mesti dibagi menjadi sepet tiga, artnya harus ada kesamarataan dari setiap sektor termasuk negara. Ideologi inilah yang digunakan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank untuk menguasai semua sektor-sektor penting  yang dimiliki negara-negara dunia ketiga. (Pihak yang diuntungkan)
Prinsip-prinsip yang terkandung di dalam governance hanya menjadi persoalan yuridis saja, karena tujuan yang dimiliki adalah pengahapusan peran negara dan menghendaki peran yang dominan dari rakyat dan sektor swasta. Agenda terselubungnya adalah penegakkan prinsip-prinsip neoliberalisme bagi negara-negara konsumen good governance. Prinsip-prinsip neoliberalisme diantaranya adalah privatisasi, deregulasi dan liberalisasi. Semua itu pasti akan muncul dan marak di negara-negara tersebut, seperti banyaknya aset-aset penting negara yang dimiliki pribadi atau swasta. Contoh kecil adalah di Indonesia, dimana banyak aset-aset yang menguasai hajat hidup orang banyak tidak lagi menjadi milik Negara, melainkan dikelola oleh swasta dibawah kendali perusahaan-perusahaan transnasional, seperti Danone, Free port, Epson mobile dll. (Pihak yang dirugikan).
Kebebasan yang dimiliki individu diluar Negara menjadikan ideologi ini sebagai kendaraan globalisasi dalam ranah pemerintahan. Karena jika negara sudah menjadi lemah, negara   dan rakyat akan selalu berhadap-hadapan dan negara-negara dari dunia pertama akan mudah melakukan ekspansi dan menjajah negara-negara di dunia ketiga dalam segala sektor. Karena tujuanya adalah penipuan dunia terhadap negara-negara konsumen good governance.
Kekuatan yang dimiliki masyarakat madani (civil society) menjadi kekuatan kedua setelah negara, karena negara tidak mempunyai peran yang dominan dan penuh untuk mengendalikan rakyatnya. Governance hanya menjadi permainan teorotis dari otak-otak penggagasnya untuk menguasai dunia. Kebaikan-kebaikan yang ditawarkan hanya merupakan kebaikan-kebaikan palsu yang sarat akan kepentigan besar dalam konteks globalisasi.
Implementasi Governance dalam Konteks di Indonesia.
Seiring dengan laju reformasi yang ada, konsep governance, yang banyak dicetuskan oleh pakar-pakar pemerintahan, Kita dapat melihat pada tulisan-tulisan R. A. W Rhodes (1996) ataupun Gerry Stocker (1998), yang pada intinya mereka berpendapat bahwa saat ini harus ada penggantian konsep dalam wacana pemerintahan. Yaitu dari konsep yang selama ini dipakai (pemerintah atau government) menjadi pemerintahan atau governance. Sebab mereka berpandangan konsep governance lebih bermakna dinamis dan akan sulit dimanipuasi, sedangkan government lebih bersifat statis sehingga, dengan demikian, akan mudah dimanipulasi oleh pihak yang mengendalikannya telah banyak bergulir dan menjiwai tiap upaya perbaikan birokrasi di Indonesia. Di mana harapannya dengan bersandar pada konsep governance dalam melakukan setiap reformasi di bidang pemerintahan, maka tidak akan ada lagi birokrasi yang korup. Sebab birokrasi pemerintah dalam hal ini akan mengalami pengurangan kekuatan dominannya, dan ia (birokrasi pemerintah) mau tidak mau harus  membuka diri terhadap kekuatan-kekuatan lainnya yang ada di tengah-tengah masyarakat. Dan dengan demikian tuntutan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih demokratis, terbuka, luwes, efisien dan akuntabel dapat lebih terwujud.
Konsep governance telah mengubah makna dan  Istilah government menunjuk pada institusi negara yang formal, di mana ia ditandai dengan adanya monopoli kekuasaan absah yang dimilikinya untuk membuat kebijakan dan memaksakan berlakunya kebijakan yang dibuatnya itu secara coersive. Proses kebijakan yang ada berjalan secara linier, dengan perangkat-perangkat birokrasi pemerintah sebagai satu-satunya aktor didalamnya. Pemahaman seperti inilah yang kemudian ditolak oleh konsep governance. Di mana ia lebih menunjuk pada penataan baru atas proses kepemerintahan, adanya perubahan syarat dari atauran yang berlaku dan sebuah metode baru di mana masyarakatlah yang memerintah. Dengan governance, tujuan utama pemerintahan untuk memberikan sumber-sumber, pelayanan-pelayanan dan keuntungan-keuntungan bagi masyarakat akan makin dipertajam. Pola dan gaya pemerintahan yang semula ditunjukkan oleh sentralisasi kekuasaan yang eksklusif monopolistik, birokratik, koersif dan represif (atau adanya posisi birokrasi pemerintah sebagai penguasa tunggal dalam penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari), harus segera ditinggalkan. Dan kemudian harus diubah dengan membuka kesempatan bagi aktor-aktor lainnya (dalam hal ini sektor swasta, legeslatif, LSM, pers, dsb) untuk berpartisipasi dalam setiap proses kebijakan yang ada. Dengan governance, yang lebih mementingkan pada tindakan bersama (collective action), keinginan pemerintah untuk memonopoli proses kebijakan dan memaksakan berlakunya kebijakan tersebut akan ditinggalkan dan akan diarahkan ke arah proses kebijakan yang lebih inklusif, demokratis dan partisipatoris. Masing-masing aktor akan berinteraksi dan saling memberikan pengaruh demi tercapainya kepentingan bersama.
Terciptanya governance, yang merupakan prinsip dasar, meliputi Partisipatoris, Rule of law  (penegakan hukum) Transparansi, Responsiveness (daya tanggap), Konsensus, Persamaan hak, Efektivitas dan Efisiensi, dan Akuntabilitas. (Santosa, 2008:131)
Partisipatoris; setiap pembuatan peraturan atau kebijakan selalu melibatkan unsur  masyarakat (melalui wakil-wakilnya).  Rule of law; harus ada perangkat hukum yang menindak para pelanggar, menjamin perlindungan HAM, tidak memihak, berlaku pada semua warga.  Transparansi; adanya ruang kebebasan untuk memperoleh informasi publik bagi warga yang membutuhkan (diatur oleh undang-undang). Ada ketegasan antara rahasia negara dengan informasi yang terbuka untuk publik.  Responsiveness; lembaga publik harus mampu merespon kebutuhan masyarakat, terutama yang berkaitan dengan “basic needs” (kebutuhan dasar) dan HAM. Konsensus; jika ada perbedaan kepentingan yang mendasar di dalam masyarakat, penyelesaian harus mengutamakan cara dialog/musyawarah menjadi konsensus.  Persamaan hak; pemerintah harus menjamin bahwa semua pihak, tanpa terkecuali, dilibatkan di dalam proses politik, tanpa ada satu pihak pun yang dikesampingkan.  Efektivitas dan efisiensi; pemerintah harus efektif (absah) dan efisien dalam memproduksi output berupa aturan, kebijakan, pengelolaan keuangan negara, dan lain-lain.  Akutabilitas; suatu perwujudan kewajiban dari suatu instansi pemerintahan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misinya. Implementasi akuntabilitas dilakukan melalui pendekatan strategis, yang akan mengakomodasi perubahan-perubahan cepat yang ternjadi pada organisasi dan secepatnya menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, sebagai antisipasi terhadap tuntutan pihak-pihak yang berkepentingan. 
Nilai yang terkandung dari karakteristik governance tersebut di atas merupakan nilai-nilai yang universal sifatnya dan sesuai dengan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam GBHN 1999 – 2004, karena itu diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan nyata sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna dan berhasil guna. Kondisi semacam ini perlu adanya akuntabilitas dan tersedianya akses yang sama pada informasi bagi masyarakat luas.  Hal ini merupakan fondasi legitimasi dalam sistem demokrasi, mengingat prosedur dan metode pembuatan keputusan harus transparan agar supaya memungkinkan terjadinya partisipasi efektif. Kondisi semacam ini mensyaratkan bagi siapa saja yang terlibat dalam pembuatan keputusan, baik itu pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat, harus bertanggung jawab kepada publik serta kepada institusi stakeholders. Disamping itu, institusi governance harus efisien dan efektif dalam melaksanakan fungsi-fungsinya, responsif terhadap kebutuhan masyarakat, memberikan fasilitas dan peluang ketimbang melakukan kontrol serta melaksanakan peraturan perundang-undanganan yang berlaku.
Implementasi dari semua indikator governance tersebut, sangat dibutuhkan sebagai syarat bagi terciptanya pemerintahan yang baik (good governance) serta pemerintahan yang bersih (clean government). Dalam mengimplementasikan indikator di atas, maka salah satu yang dibutuhkan agar dapat mewujudkan kepemerintahan yang baik adalah kreativitas pemimpin dalam melaksanakan fungsi atau peranannya, melalui pola kepemimpinan yang demokratis yang senantiasa menciptakan sinergi antar berbagai elemen pembangunan secara optimal.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa wujud governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid yang bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menjaga kesinergisan, interaksi yang positif diantara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat atau civil society organization. Implementasi Governance dalam konteks di Indonesia belum secara optimal dijalankan karena masih ada ketergantungan dari pihak investor luar yang mencari keuntungan di Indonesia. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama  Governance, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang merajalela di Indonesia, Sistem penegakan Hukum yang kurang adil. Banyak hal mendasar yang harus diperbaiki, yang berpengaruh terhadap governance, diantaranya:
J  Integritas Pelaku Pemerintahan, Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para pelaku pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada kesempatan untuk melakukan penyimpangan misalnya korupsi.
J  Kondisi Politik dalam Negeri, Jangan menjadi dianggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang dihadirkan oleh politik. Bagi terwujudnya governance konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan. Maka tentu harus segera dilakukan perbaikan.
J  Kondisi Ekonomi Masyarakat, Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.
J  Kondisi Sosial Masyarakat, Masyarakat yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Khususnya dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang merupakan perwujudan riil governance. Masyarakat juga menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun jika masyarakat yang belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme kelompok.
J  Sistem Hukum, Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan negara. Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan governance. Kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan.


2.    Contoh kasus kebijakan yang diambil pemerintah.(Pusat)
Policy Paper


KONVERSI MINYAK TANAH KE GAS





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Dilihat dari segi finansial pemerintah membuat kebijakan konversi minyak tanah ke gas merupakan hal yang sangat baik karena mengingat harga minyak mentah yang melonjak tinggi. Apabila tetap mempertahankan minyak sebagai salah satu objek yang di subsidi maka akan merelakan dana APBN yang begitu besar untuk mensubsidi minyak tersbut. Bukan hanya itu, Sumber Daya Alam (SDA) minyak juga semakin sedikit di perut bumi Indonesia, hal ini dikarenakan sudah sekian lama terambil, selain itu  terdapat potensi gas yang cukup melimpah daripada minyak mentah, juga dilihat dari polusinya gas jauh lebih efisien dan bersih.
Dengan berbagai pertimbangan yang sangat menguntungkan pemerintah, yaitu menghemat pengeluaran dana APBN dan bebas polusi maka pemerintah membuat kebijakan dan merealisasikannya. Namun apa yang direncanakan oleh pemerintah tidak sesuai dengan kesiapan. Masalah pokok yang dihadapi oleh masyarakat yaitu masyarakat tidak terbiasa menggunakan LPG. Masyarakat dihadapkan pada sebuah kenyataan dengan membeli isi ulang tabung gas dengan harga Rp14.000 merupakan sebuah kenyataan yang sulit bagi rakyat miskin untuk membelinya, meskipun tabung pertama diberikan dengan cara gratis. Disisi lain, dilapangan juga terungkap banyaknya tabung dan kompor yang rusak atau tidak berstandart nasional mengakibatkan banyak terjadi korban akibat meledaknya tabung gas elpiji sehingga mengakibatkan rakyat trauma akan hal itu.
Dengan keadaan demikian apakah kebijakan yang telah diterapkan pemerintah telah membantu masyarakat dalam hal kesejahteraan, dimana bagi pelaku pembuat kebijakan konversi minyak tanah ke gas merupakan suatu keuntungan yang besar. Dasar pembuatan kebijakan adalah pengurangan pemakaian minyak tanah dan menarik subsidi di masyarakat karena pada dasarnya subsidi minyak tanah yang telah dilakukan mulai dulu tidak tepat sasaran karena mayoritas penduduk menengah menggunakan minyak bersubsidi tersebut, sementara untuk masyarakat yang tergolong sangat miskin dan miskin hanya menggunakan minyak tanah bersubsidi beberapa persen saja, dan yang terpenting masyarakat kelas ataspun juga menggunakan minyak tanah yang bersubsidi setara dengan masyarakat sangat miskin dan miskin.
Kebijakan yang diambil pemerintah bukan tanpa resiko dan pertimbangan. Segala sesuatunya telah diusahakan untuk membuat masyarakat sejahtera. Pemerintah juga berusaha untuk mengevaluasi apa saja yang kurang dari kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat menerima secara berlahan tentang konversi minyak tanah ke gas tersebut.
B.   Rumusan Masalah
a.    Apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dan bagaimana proses pembuatannya?
b.    Bagaimana studi kasus tentang kebijakan konversi minyak tanah ke gas?

C.   Tujuan dan Manfaat
a.    Agar dapat mengetahui pengertian kebijakan publik dan mengetahui proses pembuatannya.
b.    Agar dapat mengetahui masalah yang diangkat di dalam kebijakan konversi minyak tanah ke gas.

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Kebijakan Publik dan Proses Pembuatannya
          Kebijakan publik atau dikenal juga dengan public policy merupakan semua kebijakan yang berasal dari pemerintah, mulai dari kebijakan ekonomi, kebijakan kesehatan, kebijakan pertahanan keamanan dan beberapa kebijakan lainnya. Kebijakan publik sendiri memiliki pengertian baik luas ataupun sempit,. Kebijakan publik menurut Dunn (2000 :109) adalah serangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan keputusan untuk bertindak) yang dibuat oleh badan atau pejabat pemerintah. Sementara Young dan Quinn (dalam Suharto 2008 : 44 ) membahas beberapa konsep kunci yang ada dalam kebijakan publik :
·         Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik atau tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintahan yang memiliki kewenangan hukum, politis dan finansial untuk melakukannya.
·         Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. Kebijakan publik berusaha merespon masalah atau kebutuhan kongkrit yang berkembang dimasyarakat.
·         Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal,melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak.
·         Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahhkan masalah sosial. Namun, kebijakan publik bisa juga dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan tertentu.
·         Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang aktor. Kebijakan publik berisi sebuah pernyataan atau justifikasi terhadap langkah – langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan, bukan sebuah maksud atau janji yang belum dirumuskan. Keputusan yang telah dirumuskan dalam kebijakan publik bisa dibuat oleh badan pemerintah, maupun oleh beberapa perwakilan lembaga pemerintah.
Setelah mengerti tentang makna kebijakan maka proses pembuatan kebijakan tersebut juga harus diketahui. Dalam proses pembuatan kebijakan dibutuhkan beberapa tahap menurut Suharto (2008 : 78) diantaranya adalah tahap identifikasi, implementasi dan evaluasi. Tahap pertama misalnya adalah tahap identifikasi. Dalam tahap ini terdapat beberapa poin yang perlu dicatat yaitu a) identifikasi masalah dan kebutuhan, b)analisis masalah dan kebutuhan, c) penginformasian rencana kebijakan, d)perumusan tujuan kebijakan, e)pemilihan model kebijakan, f)penentua indikator sosial dan yang terakhir membangun dukungan dan legitimasi publik. Pada tahap kedua yaitu implementasi dimana didalamnya terdapat perumusan masalah serta perancangan dan implementasi program. Dan yang terakhir adalah tahap evaluasi. Berbeda dengan Suharto, Dunn menyebutkan tahap tahap dalam proses pembuatan kebijakan adalah a) penyusunan agenda, b) formulasi kebijakan, c) adopsi kebijakan, d) implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.
B.   Studi Kasus Tentang Kebijakan Konversi Minyak Tanah Ke Gas
Penggunaan minyak gas yang semakin meningkat setiap tahunnya membuat pemerintah harus menguras dana besar memenuhi kebutuhan subsidi untuk minyak tanah tersebut, padahal subsidi minyak ini mengeluarkan dana triliunan setiap tahunnya yang mayoritas digunakan oleh masyarakat menengah, sementara masyarakat sangat miskin dan miskin penggunanya hanyalah seperempat dari jumlah warga miskin yang tersebar di Indonesia. Keadaan demikianlah yang membuat pemerintah berpikir ulang untuk membuat suatu kebijakan yang dapat menguntungkan Negara beserta masyarakatnya. Dengan beralihnya penggunaan minyak tanah ke gas atau lebih dikenal dengan nama LPG maka Negara dapat sedikit demi sedikit menarik subsidi minyak di masyarakat dan  mengeluarkannya dengan harga semestinya sehingga dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. Dengan adanya penghematan tersebut maka dana subsidi yang awalnya untuk minyak dapat beralih fungsi untuk dana kesehatan atau pendidikan dimana dua bidang ini merupakan aset utama kesejahteraan rakyat. LPG  menjadi pilihan pengganti Minyak Tanah dikarenakan karena biaya produksi lebih murah dibandingkan minyak tanah itu sendiri. Biaya produksi Minyak Tanah tanpa subsidi adalah sekitar Rp 6.700/liter. Jika dengan subsidi adalah Rp 2.500/liter. Untuk satu satuan setara Minyak Tanah, biaya produksi LPG tanpa subsidi adalah Rp 4.200/liter. Sedang LPG dengan subsidi adalah Rp 2.500/liter. Pemanfaatan LPG jelas mengurangi konsumsi subsidi Minyak Tanah.
Beberapa masalah sempat timbul didalamnya mengingat kebijakan ini dikeluarkan seperti tanpa perencanaan sebelumnya. Mulai dari ribut-ribut tender kompor gas yang dilakukan oleh Kantor Menteri Koperasi dan UKM, belum jelasnya sumber pendanaan dan besarnya subsidi yang mencapai ratusan milyar Rupiah, rendahnya sosialisasi kepada masyarakat yang justru sedang giat-giatnya memproduksi kompor murah berbahan bakar briket sesuai program pemerintah sebelumnya, ketidaksiapan infrastruktur seperti stasiun pengisian dan depot LPG, hingga kaburnya kriteria pemilihan lokasi uji coba dan kelompok masyarakat penerima kompor dan tabung gas gratis. Belum habis berbagai kontroversi tersebut, terdapat masalah lain dalam proses tender kompor gas, yaitu adanya aturan baru dimana kompor gas harus memiliki dua tungku. Padahal peserta tender sebelumnya telah mengantisipasi dan diminta menyiapkan penawaran hanya satu tungku sesuai aturan dari Departemen Perindustrian. Masalah tidak berhenti disitu, saat gas sudah diedarkan kepada masyarakat baik yang secara gratis ataupun tidak, terjadi penggunaan yang salah pada tabung gas pada beberapa masyarakat sehingga terjadi ledakan dan memakan banyak korban jiwa. Hal ini terjadi karena pemerintah kurangnya memberi sosialisasi kepada masyarakat tentang tabung gas tersebut, sehingga memperparah rencana kebijakan yang telah di implementasikan tersebut.
Program konversi Minyak Tanah ke LPG yang dilakukan pemerintah mulai tahun 2007 hingga kini telah menjangkau hampir seluruh kawasan Indonesia merupakan program pemerintah yang melibatkan beberapa intansi pemerintah. Selain itu juga secara langsung melibatkan PT Pertamina serta para pengusaha, baik yang bergerak dalam industri maupun pabrikan kompor LPG dan Tabung LPG serta kalangan swasta yang menjadi mitra PT Pertamina sebagai pengelola SPBE, angkutan atau transportasi sampai agen maupun penyalur LPG 3 Kg.
C.   Analisis Studi Publik Pembuatan Kebijakan Konversi Minyak Tanah ke Gas dengan Konsep Proses dan Teknik Pengambilan Keputusan dalam Pengambilan Kebijakan.
            Membahas tentang proses dan teknik pengambilan keputusan maka perlu mengerti tentang pengertian pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan sendiri adalah tindakan pimpinan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu diantara alternatif – alternatif yang dimungkinkan. Sementara ahli lain mengatakan pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat suatu masalah, pengumpulan fakta – fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yan menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
Dalam kasus diatas, dimana pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang konversi minyak tanah ke gas dengan maksud dan tujuan mengurani dana Negara untuk keperluan subsidi minyak yang menghabiskan dana subsidi paling besar diantara subsidi – subsidi yang lain. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah terkesan terburu buru sehingga banyak terjadi masalah di dalamnnya. Masalah yang paling banyak dibicarakan akhir – akhir ini adalah meledaknya tabung gas atau elpiji, dimana telah banyak memakan korban baik anak – anak ataupun dewasa karena kesalahan penggunaan.
Karena masalah tersebut masyarakat menjadi takut akan penggunaan gas yang dapat membahayakan nyawanya atau orang  orang disekitarnya. Dengan alasan inilah, masih banyak masyarakat yang menggunakan minyak tanah. Dengan masalah yang seperti itu maka pemerintah perlu mengambil keputusan agar masalah yang ada dapat segera dipecahkan sehingga tidak menimbulkan keraguan masyarakat, dimana itu menyangkut kepentingan umum tentang keselamatan dan kenyamanan. Pemerintah harus segera mengevaluasi tentang kebijakan tersebut agar menjadi lebih baik dan membuat masyarakat dapat sepenuhnya menggunakan gas, sehingga target dapat segera tercapai untuk meminimalisir anggaran dana terhadap minyak. Pemerintah harus menata ulang kebijakan ini mulai dari tahap perencanaan. Pemerintah diharapkan jeli menyiapkan langkah-langkah antisipatif seperti sikap penolakan masyarakat. Pada tahap pelaksanaan, kebijakan ini juga harus dievaluasi secara periodik sehingga permasalahan-permasalahan yang muncul dapat segera diatasi.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.   Kesimpulan
Kebijakan publik dibuat untuk masyarakat dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yanga ada dan tersebar di Negara Indonesia. Kebijakan yang dilakukan pemerintah terkait dengan konversi minyak tanah ke gas merupakan satu langkah maju untuk melakukan perubahan dimana penggunaan minyak tanah yang dilakukan masyarakat secara turun menurun mulai dahulu bukan saja menyebabkan masalah teknis terkait penggunaan yang tidak bisa tetapi juga menyangkut kebudayaan yang sudah turun menurun mulai dahulu hingga sekarang, sehingga harus mengubah kebiasaan tersebut secara bertahap. Penjualan produk tersebut dilakukan guna mengurangi dana yang terus keluar puluhan triliun setiap tahunnya dan menggunakan dana tersebut untuk kebutuhan yang lebih penting, misalnya untuk pendanaan kesehatan atau pendidikan.
B.   Saran
Rencana konversi ini seperti mendadak dan tidak terencana. Sehingga berbagai masalah dalam pelaksanaannya selalu muncul. Karena itu demi kelangsungan program konversi yang bertujuan baik, maka proses perencanaan dan program pelaksanaannya sebaiknya dibenahi dari sekarang sebelum mengalami kegagalan atau menciptakan dampak yang lebih buruk. Pemerintah juga dapat melakukan sosialisasi ke pada masyarakat secara terus menerus agar masyarakat tau dengan benar penggunaan tabung gas sehingga tidak ada lagi pemberitaan mengenai peledakan tabunga gas, sehingga masyarakat dapat menggunakan tabung gas ini secara maksimal dan tidak menggunakan minyak tanah hanya karena alasan takut. Selain itu pemerintah yang melibatkan beberapa unit pelaksanaan juga harus membenahi koordinasinya. Harus jelas siapa saja yang menjadi penanggung jawab utama dan institusi pelaksana .Untuk mewujudkan kerjasama dan koordinasi yang baik antar instansi sudah sepantasnya dibetuk Tim Terpadu untuk melaksanakan program konversi ini. Mengingat jumlah masyarakat miskin yang terus bertambah, maka sangat diperlukan kecermatan dalam menentukan lapisan masyarakat yang akan menjadi sasaran konversi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YouTube

Translate

Lencana Facebook

Fans Page Facebook

Video


Download video clip Cakra Khan Harus Terpisah