1. PENDAHULUAN
Dosen/Tenaga Pengajar sering dikaitkan sebagai pahlawan tanpa
tanda jasa. Dalam kesehariannya digambarkan melalui lagunya Bang Iwan Fals yang
berjudul “Umar Bakri”. Makna yang tersirat dapat digambarkan bahwa kehidupan
kesehariannya serba pas (cukup?) secara ekonomi.
Sisi lainnya menunjukkan bahwa tugas yang diemban oleh seorang
dosen/tenaga pengajar boleh dibilang sangat berat karena mengemban tugas multi
dimensi. Salah satunya adalah mendidik mahasiswa/murid agar dapat diterima
sebagai seorang individu dalam lingkungan masyarakat/sosial.. Dari segi
regulasi pemerintah di bidang pendidikan mempersyaratkan bahwa seorang dosen
harus bergelar minimum Master (S2/SP1) yang sudah tentu membutuhkan biaya
tambahan untuk melakukan studi lanjut. Lebih jauh lagi, adanya pandangan sosial
yang lebih menghargai “pengelompokkan kualitas PT” dan mengarahkan penghargaan
kualitas dosen/tenaga pengajar ditinjau dari lululsan perguruan tingginya
(bergengsi ataupun lulusan sekolah di luar negeri). Kesimpangsiuran akan fungsi, tugas, dan tanggungjawab seorang
dosen/tenaga pengajar seringkali terjadi. Semua fihak terkait pendidikan di
negeri ini merasa dapat memberikan definisi, walupun terkadang definisi
tersebut menyimpang dari skema pendidikan nasional yang jauh-jauh hari telah
dirumuskan. Bahkan beberapa definisi telah diciptakan oleh dosen/tenaga
pengajar yang bersangkutan, dan tak jarang bertentangan dengan regulasi
nasional yang dewasa ini mulai disebarluaskan (skematik pendidikan kita untuk
mewujudkan Indonesia Emas di tahun 2020). Melalui tulisan ini, penulis mencoba memaparkan suatu metodologi
pendekatan untuk memberi gambaran bahwa tugas dosen/tenaga pengajar tidak mudah
ditinjau dari aktivitas sehari-hari, dan juga tidak susah ditinjau dari
pandangan jangka panjang berupa suatu amalan yang akan mengalir secara
terus-menerus (dengan suatu persyaratan bahwa ilmu yang diajarkan dapat
bermanfaat). Selain itu, akan dikembangkan suatu pola pikir bahwa dosen/tenaga
pengajar merupakan jabatan fungsional yang secara professional harus diukur juga kinerjanya, dan
dalam istilah umum dikenal melalui “key
performance indicator measuring”. Untuk melakukan hal tersebut
maka diperlukan suatu model standard yang berlaku secara global untuk mengukur
KPI dosen/tenaga pengajar berdasarkan siklus tertutup pengamalan Tridarma
Perguruan Tinggi.
2. SIKLUS
TERTUTUP PENGAMALAN TRIDARMA PERGURUAN TINGGI
Secara garis besar rangkaian aktivitas tridarma perguruan tinggi
merupakan siklus tertutup, yang terdiri atasmasukan, pemrosesan, dan luaran, yang ditunjang dengan
beberapa prosedur dan beberapa variabel pengendali. Siklus tersebut akan
dilalui oleh semua lembaga maupun institusi pendidikan, dan akan berkelanjutan
sampai kapanpun. Seiring dengan berubahnya perkembangan jaman maupun cakupan
keilmuan, maka diharapkan bahwa siklus tersebut dapat bergulir ke arah
perbaikan berkelanjutan (PDCA) untuk mengantisipasi perubahan yang ada.
Beberapa penyesuaian terhadap pola siklus kemungkinan besar harus ditempuh,
yang bertujuan untuk mengoreksi atau meluruskan arah yang telah dilakukan
berdasarkan tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Beberapa institusi / lembaga
pendidikan perlu menerapkan beberapa standardisasi yang berlaku di bidang
pendidikan maupun sistem dokumentasi, semisal: Akreditasi BAN-PT, ISO
9001:2008, SNP, SPMI, dan lain-lainnya. Penerapan tersebut bertujuan untuk
mencapai tujuan / luaran dari pengamalan Tridarma Perguruan Tinggi secara
serempak dan seragam.
2.1. LUARAN/OUTPUT
Penerapan pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi diawali dari
luaran yang akan dihasilkan.. Umumnya diawali dengan penetapan visi, misi,
tujuan institusi/lembaga pendidikan. Yang kemudian diturunkan ke satuan
pendidikan terkecil semisal program studi. Dari sisi penerapan sistem manajemen
mutu, penetapan tersebut dapat berupa sasaran mutu, kebijakan mutu, dan
beberapa persyaratan prosedur wajib berdasarkan standardisasi yang diterapkan.
Beberapa institusi (pelaksana) pendidikan harus berani merumuskan luaran yang
diturunkan secara hierarki berdasarkan penerapan siklus tertutup pada
pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi. Luaran tersebut diharapkan dapat
mempertimbangkan beberapa aspek berikut:
Tujuan pendidikan
nasional:
Pendidikan Nasional Indonesia bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian
yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tujuan pendidikan
institusi:
·
Keterserapan lulusan mahasiswa oleh dunia usaha dan industri.
·
Waktu tunggu lulusan untuk mendapatkan pekerjaan
·
Jumlah lulusan yang berhasil membuka lapangan pekerjaan /
menjalankan usaha melalui kegiatan wirausaha.
· Pencapaian kegiatan pembelajaran yang memperhatikan norma
Lingkungan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
·
Penjacapaian jumlah dosen yang melakukan aktivitas penelitian
dan pengabdian pada masyarakat.
·
Dan masih banyak lagi turunan lainnya.
Tujuan pembelajaran
- Rata-rata indeks prestasi mahasiswa yang memenuhi tuntutan secara global.
- Ketercapaian kompetensi mahasiswa yang sesuai dengan tuntutan pengguna jasa lulusan.
- Kesesuaian materi pembelajaran, setiap dosen melakukan proses pengajaran sesuai dengan kurikulum dan silabus pembelajaran yang dituangkan dalam perangkat rencana pengajaran.
- Terpenuhinya jumlah jam pembelajaran aktual yang sesuai dengan jumlah jam pembelajaran yang direncanakan.
- Rekonstruksi materi ajar untuk menyelarasakan dengan beberapa kebutuhan seperti: perkembangan teknologi yang ada di pemakai jasa, rata-rata kemampuan mahasiswa dalam menyerap materi ajar, beberapa masukan yang diperoleh melalui kuesioner ataupun dari pengguna jasa lulusan.
- Keberhasilan pelaksanaan bimbingan akademik dan non akademik sebagai wadah untuk memotivator mahasiswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
- Keterkaitan diantara penetapan luaran berdasarkan tujuan pegamalan tridarma perguruan tinggi:
2.2. PROSES
Pada pelaksanaannya, tridarma perguruan tinggi berupa:
pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat, merupan aktivitas besar
di dalam suatu institusi pendidikan yang melibatkan seluruh jajaran pada
struktur organisasi. Untuk menjaga konsistensi terhadap pencapaian tujuannya,
maka setiap kegiatan tersebut dijabarkan melalui prosedur terdokumentasi.
Ketiga aktivias tersebut harus dijabarkan secara tertulis dan diterjemahkan
kepada ”Flow Process” atau
”Busines Process”.
Untuk menjaga ketimpangan (ketidakseimbangan) pada pelaksanaannya, maka beberap
batasan dapat ditetapkan secara tertulis, untuk menjamin bahwa setiap
dosen/tenaga pengajara melakukan proses pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat secara terdokumentasi.
Pemetaan proses di atas pada pelaksanaannya harus dijabarkan
menjadi beberapa urutan “proses rinci” yang dikenal dengan Prosedur ataupun
Instruksi kerja (pada tingkatan yang lebih rendah). Beberapa pemodelan telah
dipandu oleh ISO / Brown Paper (Process Mapping) bagi pembuatan
“prosedur/instruksi kerja” dan umumnya berisi : Tujuan, Ruang Lingkup,
Wewenang dan penanggungjabwab, Definisi, Bahan acuan, Dokumen, dan bagan alir.
Hal ini dilakukan dalam upaya menjaga konsistensi dan keseragaman dalam
penerapannya. Instruksi kerja akan mengatur suatu proses atupun sub poroses
secara rinci yang bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan siklus tertutup PDCA.
Namun tidak jarang ditafsirkan sebagai suatu alat yang membuat kaku / tidak
dinamis untuk menjalankan suatu aktivitas pada suatu institusi pendiikan
(tentunya hal ini merupakan pandangan yang keliru).
2.3. MASUKAN/INPUT
Masukan termasuk salah satu faktor penting yang akan
mempengaruhi luaran berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Kesesuaian
persyaratan minimum terhadap beberapa masukan bahkan harus mengalami seleksi
(uji kesesuaian spesifikasi).
Namun seringkali bahwa ketidaktercapaian tujuan dikaitkan dengan
kondisi ketidakketercapaian pada saat seleksi awal dilakukan terhadap object
masukan ataupun ketidakmampuan institusi untuk menerjemahkan secara bebas
terhadap aspek regulasi yang berlaku.
Beberapa objek masukan yang dapat dipertimbangkan adalah: Calon
Mahasiswa, Calon dosen, Tenaga pendukung, Sarana dan Prasarana, Regulasi,
Produk, Pelatihan, Konsultasi, dan Rekayasa. Keseluruhan masukan tersebut akan
mengalami proses yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dan akan
diinseminasikan di dalam proses pencapaian tujuan.
2.4. RESUME
(pandangan umum terhadap siklus tertutup)
Mulai dari masukan, pemrosesan, sampai dengan luaran semuanya
diatur melalui mekanisme siklus tertutup yang direncanakan, dipantau, dan
dikendalikan. Beragam pendekatan dan beragam standardisasi diimplementasikan
untuk menerapkannya.
Tulisan ini mencoba memberikan deskripsi mengenai apa saja yang
seharusnya dilakukan oleh seorang dosen/tenaga pengajar. Yang secara langsung
maupun tidak langsung (terkait fungsi struktural pada institusi pendidikan)
terlibat di dalam menjalankan tridarma perguruan tinggi. Sehingga, bentuk
perencanaan, pemantauan, maupun pengendalian yang dilakukan sama persis seperti
perlakuan terhadap mahasiswa. Jika luaran diterjemahkan ke dalam angka Indeks
Prestasi, maka dosen / tenaga pengajar pun memiliki indeks prestasi tersendiri
dalam menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya.
Metode ini hanya merupakan “Model Pengukuran” yang ditujukan
untuk mendukung sertifikasi dosen dan sebagai bahan standardisasi pengukuran
kualitas dosen. Supaya suatu saat nanti akan diperoleh kualitas dosen/tenaga
pengajar yang memiliki kualitas: seragam, integeralistik, dan tidak
diterjemahkan secara partial maupun dikotomi geografis.
3. VARIABEL
PENENTU KINERJA DOSEN/TENAGA PENGAJAR (Key performance indicator for Lecture)
3.1. PEMETAAN
KEAHLIAN TAKSONOMI DOSEN/TENAGA PENGAJAR
Secara umum matrik pengukuran dibuat untuk mengungkapkan
keahlian taksonomi dosen/tenaga pengahjar. Sudah barang tentu bahwa ketiga
ranah berupa: Tujuan afektif, Tujuan psikomotorik, dan Tujuan Afektif yang
merupakan tujuan dari proses pembelajaran terhadap mahasiswa untuk mendapatkan
tingkat kompetensi yang diinginkan harus diperhatikan. Jika kita mengandaikan
bahwa garis pembatas tersebut jelas bagi sasaran pembelajaran, maka sudah
barang tentu bahwa keahlian taksonomi dosen/tenaga pengajar harus berada di
atas (lebih tinggi) daripada mahasiswanya. Sayangnya, seringkali dijumpai bahwa
pemenuhan kualifikasi tersebut hanya didasari oleh pemenuhan persyaratan
pendidikan akademis saja (pendapat kebanyakan orang), padahal pemenuhan
tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman melaksanakan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Tidak juga dapat dipungkiri bahwa
dengan naiknya status pendidikan akademis, seharusnya akan memudahkan seorang
dosen / tenaga pengajar (sebagai media) untuk memenuhi kualifikasi keahlian
taksonomi.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa pijakan pertama terhadap pengukuran kinerja dosen
adalah melalui pemetaan posisi dosen/tenaga pengajar tersebut sesuai dengan
matriks keahlian taksonomi berupa tujuan kognitif, tujuan psikomotorik, dan
tujuan afektif. Mungkin, penulis sekarang baru memahami istilah ”guru kencing
berdiri dan murid kencing berlari” dalam arti yang positif untuk mewujudkan
bahwa dosen / tenaga pengajar harus berada ”selangkah atau beberapa langkah di
depan dibandingkan mahasiswa / muridnya” (kadangkala dijumpai bahwa kondisi
sebaliknya terjadi)
Saya selalu mengandaikan bahwa tak ada sesuatupun yang kekal
ataupun berdiam diri secara statis, kecuali apa yang sudah menjadi kehendakNya.
Hal tersebut menjadi dasar pemikiran saya bahwa tujuan taksonomi selalu berubah
(dinamis) seiring dengan berjalannya waktu. Beberapa variabel yang
mempengaruhinya antara lain: kemajuan ilmu pengetahuan, kondisi geografis,
kemampuan dosen/tenaga pengajar, kemampuan mahasiswa, dan masih banyak hal
lainnya. Saya mencoba memodelkannya melalui gambar 3 dimensi dan 2 dimensi (+)
berikut: (walaupun sebenarnya tidak dapat dinyatakan bahwa % taksonomi tujuan
afektif, psikomotorik, dan kognitif sebagai suatu gambar balok)
3.2. MERUMUSKAN
MATRIKS PENILAIAN KINERJA DOSEN/TENAGA PENGAJAR
Matriks penilaian kinerja dosen / tenaga pengajar dirancang
untuk mengetahui kemampuan mengintegrasikan PDCA dalam proses belajar mengajar.
Dimensi tersebut harus dapat mengukur secara keseluruhan 4 dimensi (pendidikan,
penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan waktu). Kesemuanya dapat
dikorelasikan oleh sebuah persamaan rumit yang dapat disederhanakan seperti
beberapa pepatah: hari esok harus lebih baik dari hari ini, mood mengajar biasanya naik pada
saat bonus akhir tahun akan diberikan, semangat meneliti atau mengabdi pada
masyarakat akan meningkat pada saat personal
vee si pelaksana mencapai orde ratusan juta bahkan milyaran
rupiah. Secara garis besar matrik penilaian kinerja dosen / tenaga
pengajar diwujudkan seperti pada tabel berikut:
3.3. VARIABEL
– VARIABLE PENGUKURAN
3.3.1. PENDIDIKAN
(Perencanaan Pengajaran)
Setiap dosen/tenaga pengajar berkewajiban untuk menyiapkan
rencana pengajaran yang terdiri atas beberapa unsur. Unsur tersebut tidak
selamanya terkait secara langsung pada proses pengajaran, namun demikian akan
mempengaruhi terhadap pencapaian hasil proses pembelajaran. Beberapa unsur
tersebut adalah:
·
Keberadaan dan pemahaman akan peran dan akuntabilitas sebagai
dosen / tenaga pengajar [PDA]
·
Kepemilikan dan konsistensi penerapan buku pedoman akademik
[BPA]
·
Pehahaman akan keterkaitan elemen-elemen pembentuk dan isi dari
kurikulum [KRLM]
·
Dapat menerjemahkan jadwal pengajaran ke dalam satuan strategi
pembelajaran [JDWL]
·
Menjiwai makna penerapan Sistem Manajemen Mutu dalam bidang
pendidikan [QMS-PRODI]
·
Dapat mendisain Analisis Instruksional [AI]
·
Dapat merangkai Garis-Garis Besar Program Pengajaran [GBPP]
·
Dapat membuat rencana pengajaran yang dituangkan ke dalam Satuan
Acara Pembelajaran / Acara Praktik [SAP]
·
Dapat membuat Strategi Instruksional [SI]
·
Dapat mendesain Pedoman Scoring [PS]
·
Dapat membuat Kisi-Kisi Test Objektif [KTO]
·
Dapat membuat Kisi-Kisi Test Uraian [KTU]
3.3.2. PENDIDIKAN
(Pemantauan)
Setiap perencanaan yang matang belum tentu dapat direalisasikan
dengan baik, karena kita tidak memiliki kendali secara keseluruhan terhadap
variabel yang mempengaruhinya (segala sesuatunya berhgantung pada ke-Arifan
Yang Maha Kuasa). Boleh jadi waktu liburan bertepatan dengan waktu perkuliahan,
boleh jadi kondisi kesehatan kita tidak memadai, dan boleh jadi …….(banyak
sekali faktor yang mengakibatkan kita tidak dapat hadir di kelas ataupun
ketidaktercapaian sasaran pembelajaran sehingga perlu waktu tambahan waktu
pengajaran. Bahkan kita malas mengoreksi/memberi penilaian pada setiap tugas,
kuiz, test, midtest, maaupun UAS). 2 Unsur penting yang menjadi sasaran
pengukuran adalah. :
·
Rekaman pengajaran yang telah dilakukan. Hal ini ditujukan bahwa
mahasiswa sebagai pelanggan kita berhak untuk mendapatkan waktu pengajaran dan
materi ajar yang sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
·
Pengiriman nilai secara berkala. Seringkali waktu seorang
dosen/tenaga pengajar luar biasa sibuk (bukan biasa sibuk di luar kampus untuk
menangani proyek). Seringkali terjadi bahwa seluruh nilai: tugas, latihan,
quiz, test, ujian diperiksa menjelang akhir semester, sehingga berdampak bahwa
perbaikan nilai menjadi tidak menjadi signifikan. Dan kondisi tersebut akan memperberat
pencapaian sasaran mutu institusi yang mencanangkan bahwa IP harus di atas 3,0
untuk seluruh mahasiswa (yang melawan aturan distribusi normal). Hal terpenting
yang perlu dicermati adalah jika Ketercapaian Kompetensi mahasiswa tidak
terpenuhi (walaupun sering dijumpai bahwa nilai kualitatif ataupun kuantitatif
pasti akan ada hasilnya, bahkan dengan rata-rata IP yang fantastis).
·
Adakalanya seorang dosen/tenaga pengajar lupa, bahwa untuk
mendidik mahasiswa / murid dengan patokan target tertentu dapat dihasilkan
menurut kebiasaan yang sering dilakukannya (kebiasaan pribadi). Namun dengan
penerapan persyaratan akreditasi, atau standard di bidang pendidikan, atau
penerapan sistem mutu lainnya, ternyata semuanya harus memiliki kriteria
patokan yang tidak didasari hanya oleh kebiasaan lama, namun ada aturan yang
harus ditetapkan. Yang pada penerapannya dapat dilakukan secara manual (tulisan
tangan) maupun penerapan software (yang
terpenting siap ditelusuri, kapan saja, oleh siapa saja, dan untuk tujuan apa
saja).
3.3.3. PENDIDIKAN
(Pengendalian)
Pengendalian selama proses belajar-mengajar tidak hanya
bertujuan untuk mendapatkan nilai Indeks Prestasi Mahasiswa yang tinggi. Kita
harus memastikan bahwa seluruh tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat
dicapai (walaupun tidak 100%, ada angka pendekatan realistis). Sebagaian besar
dosen/tenaga pengajar, bahkan sampai kepada mahasiswa maupun pemakai jasa
lulusan, seringkali memutar balikan fakta bahwa tujuan akhir pembelajaran
adalah IP tinggi, bahkan lulusan dapat meneruskan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi ataupun dapat bekerja. Sudah selayaknya kita harus waspada, dan
menjadi pertanyaan , ”apakah benar bahwa beberapa kondisi negatif yang terjadi
di negara kita sebagian besar diakibatkan karena kesalahan pada pelaksanaan
pendidikan?”.
Pengendalian di bidang pendidikan harus dapat mengungkap 3 ranah
tujuan taksonomi berupa afektif, psikomotorik, dan kognitif. Dan semua ranah
tersebut tidak hanya bisa diukur melalui secarik kertas formal berupa ujian,
quiz, test, midtest, maupun UAS. Namun harus dilengkapi dengan pengamatan
detail untuk mengungkap perilaku mahasiswa untuk mengungkap sejauh mana ranah
tujuan taksonomi tercapai)
Disadari / tidak disadari bahwa setiap dosen harus dapat
mengungkapkan perilaku setiap mahasiswa (baik secara lisan, tulisan, ataupun
pengamatan) melalui pelaksanaan : Entry behaviour test, Latihan soal, Quiz,
Tugas, Pengamatan perilaku LK3, Test, Pengamatan kedisiplinan dalam bekerja,
Midtest, Pengamatan kreativitas, Perbaikan nilai, Pengamatan sikap, Penilaian
laporan, dan aspek Ketercapaian kompetensi.
3.3.4. PENELITIAN
DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
Penelitian dan Pengabdian pada masyarakat merupakan faktor pengukur
penting bagi dosen/tenaga pengajar. Wujud kepedulian arti makna jabatan
fungsional dosen dan kepekaan terhadap kondisi masyarakat akan diuji melalui
beberapa faktor tersebut. Badan Akreditasi telah jauh-jauh mengingatkan
pentingnya faktor tersebut, dan dalam rangka sertifikasi dosen maka faktor
tersebut merupakan hal crusial yang harus dipersiapkan. Di sisi lainnya banyak
sekali fasilitas yang telah diberikan oleh dirjen pendidikan tinggi dalam hal
pengembangan maupun penguatan dana. Namun di sisi lainnya, seringkali faktor
ini terbengkalai bahkan menurunkan grade perguruan tinggi pada saat melakukan
Akreditasi. Walaupun dilema tersebut ada, namun benang merah pelaksanannya
telah dipandu sesuai dengan skematik diagram berikut:
Pendefinisian antara Penelitian dan Pengabdian pada masyarakat
harus jelas dan diwadahi melalui suatu kebijakan institusi. Harus disadari
bahwa pendefinisian tersebut akan membawa dampak pada perwujudan kompetensi
mahasiswa yang dihasilkan, dan kompetensi dosen/tenaga pengajar dalam mengemban
tugas mulianya. Mungkin, banyak hal yang telah dilakukan berkaitan dengan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, namun ’membuat laporan’ / ’jurnal
penelitian’ merupakan suatu permasalahan sendiri yang harus diatasi. Flatform tersebut harus terlihat jelas
dalam suatu institusi pendidikan. Akan ada daerah intersectiondiantara
penelitian dan pengabdian pada masyarakat seperti tertera pada gambar berikut:
Untuk membagi hasil penelitian dan pengabdian pada masyarakat
dapat dilakukan dengan beberapa cara, mulai dari cara yang sederhana yaitu
menghasilkan suatu karya tulis, sampai dengan yang rumit berupa pengelolaan hak
paten. Tentunya kedua hal tersebut akan memperkaya kancah hasil putra bangsa di
bidang pendidikan. Tidak jarang kita jumpai bahwa dosen/tenaga pengajar belum
menghasilkan karya tulis berupa buku literatur, modul, ataupun handout. Tentunya hal tersebut lebih
kurang akan berdampak pada pencapaian tujuan proses pembelajaran. Disisi
lainnya, pemerintah melalui program tahunnya telah menyediakan dana yang cukup
besar untuk merangsang dosen/tenaga pengajar untuk membuat karya tulis. Namun
hal tersebut belum berjalan dengan baik, sehingga kewajiban institusi
pendidikan adalah menjebatani antara ketersediaan fasilitas dari pemerintah dan
kemauan dosen/tenaga pengajar untuk membuat karya tulis.
3.3.1. KETERLIBATAN
DALAM PERBAIKAN KUALITAS DOSEN/TENAGA PENGAJAR DAN PERBAIKAN SISTEM MANAJEMEN
MUTU
Bagaimanapun juga, keberhasilan seorang dosen/tenaga pengajar di
dalam mengemban tugas tridarma perguruan tinggi, diwujudkan dalam perilaku
”softskill dosen/tenaga pengajar yang bersangkutan”. Sebagai bentuk
perwujudannya adalah: menciptakan atau memberikan masukan terhadap penerapan
sistem manajemen mutu yang tengah berlangsung. Beberapa faktor penilaian yang
dibutuhkan adalah:
·
Keberadaan program kerja dosen/tenaga pengajar
·
Kepemilikan rencana penganggaran dosen/tenaga pengajar
·
Keterlibatan dalam penyusunan Tugas Semester Akhir (keterkaitan
dengan Penelitian dan/atau Pengabdian pada Masyarakat)
·
Usulan / Keterlibatan perbaikan terhadap kebijakan /
pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi.
·
Usulan / Keterlibatan pada pelaksanaan evaluasi Diri dan
Penerapan Sistem manajemen mutu.
4. PENUTUP
Tentunya tulisan ini sangat jauh dari sempurna. Tulisan ini
merupakan suatu model pengukuran kinerja dosen/tenaga pengajar sebagai
pelengkap data isian ”Rekaman Jejak Kinerja Dosen” yang telah dipersyaratkan
oleh Direktorat Pendidikan Tinggi. Yang pada pelaksanannya telah
distandardisasikan sesuai dengan tujuan nasional maupun tujuan regional di institusi
pendidikan masing-masing. Dengan berpijak pada pengamalan tridarma perguruan
tinggi, maka ’Pengukuran Kinerja Dosen & Tenaga Pengajar” (Key Performance Indicator) mutlak perlu dilakukan untuk
mendapatkan hasil pendidikan sesuai dengan tujuan awalnya. Akhir kata, tiada
gading yang tak retak, untuk mewujudkan tersebut mari kita ubah nuansa
peribahasa berikut ke dalam makna positif ”Guru Kencing berdiri dan murid
kencing berlari.
Salah satu visi dan misi
perguruan tinggi Indonesia (kedinasan maupun bukan) adalah mewujudkan TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI. Lantas apa sebenarnya
yang dimaksud TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI? Berikut uraiannya.
Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat indonesia. Dengan memperhatikan
perkembangan dunia yang begitu pesat, maka pembentukan masyarakat Indonesia
yang modernmenjadi tujuan utama dari pembangunan nasional Indonesia.
Pembangunan masyarakat modern ini akan menyangkut perubahan-perubahan
nilai-nilai Pancasila.
Manusia modern tersebut mempunyai ciri-ciri antara lain : lebih
mudah meneriam dan menyesuaikan diri kepada perubahan-perubahan, lebih ahli
dalam menyatakn pendapatnya, memiliki rasa tanggungb jawab, lebih berorientasi
kemasa depan, lebih mepunyai kesadaran mengenai waktu,orgaiusasi, teknologi,
dan ilmun pengetahuan.
Dalam kaitan pembentukan manusia modern itulah kita melihat betapa pentingnya peranan perguruan tinggi sebagai jenjang tertinggi dalam system pendidikan formal dinegara kita yang hendaknya dapat mengahsilkan tenag-tenaga ahli dan dapat pula mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam kaitan pembentukan manusia modern itulah kita melihat betapa pentingnya peranan perguruan tinggi sebagai jenjang tertinggi dalam system pendidikan formal dinegara kita yang hendaknya dapat mengahsilkan tenag-tenaga ahli dan dapat pula mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sebagai lembaga yang melaksanakan pendidikan tinggi,STKIP PGRI
Pontianak mempunyai tiga fungsi utama yaitu :
1.
Pendidikan dan pengajaran
2.
Penelitian dan pengembangan
3.
Pengabdian pada masyarakat
Ketiga fungsi tersebut lebih
dikenal sebagi TRI DARMA PERGURUAN TINGGI yang harus dikembangkan secara
simultan dan bersama-sama.
Penelitian harus menjunjung
tinggi kedua dharma yang lain. Penelitian diperlukan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan penerapan teknologi. Untuk dapat melakukan penelitian
diperlukan adanya tenaga-tenaga ahli yang diasilkan melalui proses pendidikan.
Ilmu pengetahuan yang dikembangkan sebagi hasil pendidikan dan penelitian itu
hendaknya diterapkan melalui Pengabdian pada masyarakat sehingga masyarakat
dapat memanfaatkan dan menikmati kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut.
Dengan memperhatikan uraian diatas , semakin jelaslah hubungan antara tri dharma tersebut.Tri Dharma Perguruan Tinggi ini sebenarnya menerapkan fungi perguruan tinggi yang Universal. Artinya bukan hanya di Indonesia saja. Tri Dharma perguurn tinggi juga terdapat di negara maju lainnya. Hanya saja dalm hal ini di Indonesia dinyatakn secar eksplisit,sehingga setiap warga negara khususnya warga perguruan tinggi akan senantiasa sadar akan tugasnya. Dengan demikian dalm menjalankan kegiatannya tidak menyimpang dari tugas yangf telah ditetapkan seperti tersebut diatas.
Agar dapt lebih mengahayati makna dari perguruan tinggi, marilah kita tinjau ketiga dharma itu secara lebih mendalam.
1. Pendidikan dan Pengajaran
Pengertian pendidikan dan pengajaran disini adalah dalam rangka menerusakan pengetahuan atau dengan kata lain dalam rangka transfer of knowledge ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan melaui penelitian oleh mahasiswa di pergurun tinggi.Dalam pendidikan tinggi dinegara kita dikenal dengan istialh strata, mulai dari strata satu(S-1) yaitu merupakan pendidikan program sarjana,strata dua(S-2) merupakan program magisterdan strata tiga (S-3) yaitu pendidikan doktor dalam sutau disiplin ilmu,serta pendidikan jalur vokasional/non gelar(diploma).
2. Penelitian dan pengembangan
Kegiatan penelitian dan pengembangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tnapa penelitain,maka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi terhambat. Penelitian ini tidaklah berdiri sendiri, akan tetapi harus dilihat keterkaitannya dalam pembangunan dalam arti luas.artinya penelitain tidak semata-mata hanya untuk hal yang diperlukan atau langsung dapat digunakan oleh masyarakat pada saat itu saja,akan tetapi harus dilihat dengan proyeksi kemasa depan. Dengasn kata lain penelitian dipergurun tinggi tidak hanya diarahkan untuk penelitian terapan saja,tetapi juga sekaligus melaksanakn penelitian ilmu-ilmu dasar yang manfaatnya baru terasa penting artinya jauh dimasa yang akan datang.
3. Pengabdian pada masyarakat
Dharma pengabdian pada masyarakat harus diartiakan dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dikembangkan di perguruan tinggi, khususnya sebagi hasil dari berbagai penelitian.Pengabdian pada masyarakat merupakan serangkaian aktivitas dalam rangka kontribusi perguruan tinggi terhadap masyarakat yang bersiafat kongkrit dan langsung dirasakn manfaatnya dalam waktu yang relatif pendek. Aktivitas ini dapat dilakukan atas inisiatif individu atau kelompok anggota sivitas akademika perguruan tinggi terhadap masyarakat maupun terhadap inisiatif perguruan tinggi yang bersangkutan yang bersifat nonprofit(Tidak mencari keuntungan). Dengan aktivitas ini diharapkan adanya umpan balik dari masyarakat ke perguruan tinggi,yang selanjutnya dapat digunakn sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lebih lanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar